FAJAR, MAJENE– Suara tidak sah dari pemilu ke pemilu terus meningkat, bahkan pada pemilu 2019, suara tidak sah sudah mencapai 17 juta suara atau 11,12 persen.
Melihat kondisi tersebut, Pusat Studi Pemilu dan Politik Lokal (PUSMIPOL) Unsulbar meminta agar perlu antisipasi sejak dini, untuk menekan jumlah suara tidak sah di pemilu.
Ketua PUSMIPOL Unsulbar, Farhanuddin, Sabtu (24/06) menyampaikan, tingkat partisipasi pemilih sudah tinggi, telah mencapai target, namun berdasarkan data hasil pemilu, jumlah suara tidak sah sejak pemilu 1999 juga terus meningkat.
Ia menjelaskan, pada Pemilu 1999 jumlah suara tidak sah sebesar 3,4 persen atau 3,7 juta, di pemilu 2004 sebesar 8,8 persen (10,9 juta), dan pada 2009 sebesar 14,4 persen. Selanjutnya pada 2014 sebesar 10,6 persen.
Sementara itu, untuk pemilu 2019 sebesar 11,12 persen atau lebih 17 juta suara tidak sah.
Dari jumlah tersebut, khusus untuk daerah Sulawesi Barat, jumlah surat suara tidak sah mencapai 51.143 atau 4,6 persen.
” Partisipasi pemilih sudah cukup tinggi, baik tingkat nasional atau di level Sulawesi Barat yang semua kabupatennya sudah diatas 80 persen, namun partisipasi itu perlu dibarengi dengan upaya menekan agar angka suara tidak sah menurun,” tambah Farhan usai menjadi narasumber FGD KPU kabupaten Majene.
Berdasarkan hasil riset LIPI, salah satu penyebab suara tidak sah di TPS itu karena sebagian pemilih masih kebingungan, setelah mendapatkan 5 surat suara secara bersamaan, sehingga terjadi keliru coblos.
konsekuensi pemilu sistem proporsional terbuka adalah ukuran surat suara yang cukup besar, karena memuat daftar caleg di setiap dapil yang akan dicoblos pemilih.
Menurut Farhan yang juga mantan anggota KPU Provinsi Sulbar, solusi atas kondisi tersebut, penting dilakukan pendidikan pemilih secara komprehensif khususnya di desa atau kecamatan yang tercatat memiliki suara tidak sah cukup tinggi.
” Tingkat partisipasi warga pemilih ke TPS, alhamdulillah sudah tinggi, namun yang perlu menjadi perhatian kedepan adalah upaya menekan suara tidak sah. Warga yang ke TPS perlu semakin faham dan mengerti tata cara mencoblos dengan benar, sehingga coblosan itu sah” kata Farhan yang juga mahasiswa program doktoral Ilmu Politik Unhas Makassar.
Di samping pendidikan pemilih di wilayah yang tinggi surat suara tidak sah, PUSMIPOL Unsulbar juga menyarankan optimalisasi bimbingan teknis penyelenggara ad-hock di tingkat TPS yang akan menjadi ujung tombak penyelenggaran pemilu. (*)
———————————–