Dikutip dari Wikipedia dijelaskan bahwa “Kultus individu”, [1] pemujaan kepribadian atau kultus pemimpin (bahasa Inggris: Cult of personality) muncul ketika seseorang menggunakan media massa, propaganda, atau metode lain untuk menciptakan figur pemimpin ideal atau pahlawan, [2] sering kali melalui pujian yang berlebihan. Pemujaan kepribadian banyak ditemui dalam negara dengan sistem kediktatoran.
Rezim yang sering dianggap melakukan pemujaan kepribadian adalah rezim Joseph Stalin (Uni Soviet), Adolf Hitler (Jerman Nazi), Benito Mussolini (Italia), Francisco Franco (Spanyol) Mao Zedong (Tiongkok), Nicolae Ceauşescu (Rumania), Saparmurat Niyazov (Turkmenistan), Ho Chi Minh (Vietnam Utara), Soekarno [3] dan Soeharto 4, Fidel Castro (Kuba), Muammar Gaddafi (Libya), Mobutu Sese Seko (Zaire, sekarang Republik Demokratik Kongo), Saddam Hussein (Irak), Ruhollah Khomeini (Iran) dan Kim Il-sung, Kim Jong-il dan Kim Jong-un (Korea Utara)”.
Dari kutipan di atas terdapat dua tokoh Indonesia yang dikultuskan, yaitu presiden Soekarno dan presiden Soeharto. Demikian rupa pengultusannya, Bung Karno oleh MPRS pada 1963 ditetapkan sebagai presiden seumur hidup. Pengultusan serupa, meskipun tidak ditetapkan sebagai presiden seumur hidup, Pak Harto berkuasa selama 32 tahun. Pengkultusan kedua presiden kita itu menyimpang dari UUD negara kita.
Belum lama ini bergulir wacana yang mencoba menggiring opini untuk mempertimbangkan memberi satu periode lagi, atau memperpanjang masa pemerintahan presiden Joko Widodo (Jokowi). Wacana penggiringan itu merupakan gejala pengkultusan kepada Pak Jokowi.
Sementara pengultusan Pak Jokowi mereda, pengultusan baru justru muncul kepada tokoh-tokoh yang sedang mengadu nasib untuk menjadi presiden negara ini. Berbagai media massa dipakai untuk mengultuskan tokoh-tokoh tertentu. Tokoh-tokoh itu dipuja berlebihan. Disanjung sebagai pahlawan yang berjuang tulus. Dikultuskan, misalnya, sebagai calon presiden yang paling ideal bagi bangsa ini. Tidak boleh ada cacat kekurangannya yang tersiar.
Para pendukungnya, siang dan malam memujanya bagai dewa yang suci, sembari memojokkan tokoh-tokoh lawannya, yang di pihak sana tokoh-tokoh itu juga dikultuskan sama oleh pendukung fanatik masing-masing.
Akankah tokoh-tokoh yang mengadu nasib untuk menjadi presiden itu kelak jika menjadi presiden, akan dikultuskan melebihi pengultusan yang pernah diberikan kepada Bung Karno dan Pak Harto? Saya sangat berharap, semoga tidak!
Karena itulah pada subuh hari kemari, saya menulis kepada kawan-kawan netizen sebagai berikut:
“Janganlah kita termasuk orang-orang yang menyampaikan teramat banyak berita/info yg negatip yang belum tentu seluruhnya benar. Karenanya, berhati-hatilah jika kita termasuk orang yang demikian. Sebab, berita/info yang demikian bisa menyebarkan prasangka di kalangan orang banyak (publik/netizen) yang bisa jadi sebagian dari berita/info itu adalah dosa…! Mari kita, meskipun tidak mudah, bersungguh-sungguh menyampaikan berita/info yang benar, juga yang positip, bukan bernuansa hoax. Gemarlah menyiarkan kabar/info yang menumbuhsuburkan optimisme, bukan mengembangkan pessimisme!”