English English Indonesian Indonesian
oleh

Beban Ganda Perempuan pada Isu Stunting

OLEH: Harpiana Rahman
Dosen Promosi Kesehatan, Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Muslim Indonesia

Stunting dikenal dengan pertumbuhan anak yang tidak normal cenderung pendek atau sangat pendek untuk anak seusianya yang diakibatkan kekurangan gizi kronis. Kekurangan gizi kronis adalah kekurangan gizi pada tubuh yang sudah berlangsung sejak lama, sejak 1.000 hari pertama kehidupan, sejak anak berada dalam kandungan. Karena diakibatkan oleh kekurangan gizi kronis, stunting selalu disertai dengan rendahnya kualitas pertumbuhan otak serta lemahnya pertahanan tubuh terhadap serangan agen penyakit menular dan tidak menular.

Sebagai upaya menangani masalah ini, WHO bersama Kemenkes telah menetapkan frekuensi batas darurat stunting sebesar 20 persen untuk setiap negara. Ironisnya, di tengah banyaknya sayur-mayur di Indonesia, sejak 2017 hingga kini kita belum bisa menurunkan angka sesuai target. Pada tahun 2022, prevalensi stunting tertinggi di Jeneponto 38,9%, disusul Toraja dan Pangkep, terakhir Kab Barru sebesar 14,1 %.

Sulawesi Selatan sebagai salah satu provinsi yang menyumbang kualitas produk pangan kelas satu di Indonesia, menyumbang prevalensi stunting yang signifikan di Indonesia. Fakta berikutnya adalah stunting tidak hanya dialami oleh anak dengan kondisi ekonomi lemah, tetapi juga banyak ditemukan pada anak dengan ekonomi menengah ke atas. Stunting tidak hanya ditemukan di desa, tetapi juga di kota. Yang lebih mengejutkan adalah tingginya angka stunting di Sulawesi Selatan bersamaan dengan tingginya angka pernikahan dini pada anak dibawah 19 tahun yang terjadi di Sulawesi Selatan.

Selama ini persoalan gizi selalu menyoal kebecusan atau tidak kebecusan perempuan sebagai orang yang berperan banyak dalam menentukan menu di atas meja makanan. Sudah saatnya merombak sistem kerja itu. Pendidikan gizi untuk keluarga juga harus dibebankan pada ayah, pada seluruh anggota keluarga.

Pemerintah sudah saatnya konsisten dan berkomitmen membuat kebijakan dan program yang bisa memastikan setiap rumah tangga mampu mengakses pangan sehat. Menolak pernikahan dini, dan memastikan anak-anak mendapat haknya untuk tumbuh sehat. Mengubah arah pembangunan yang berorientasi pencegahan. Melakukan penegakan literasi pranikah bagi laki-laki dan perempuan calon pengantin. Memberi pemahaman bagi anggota keluarga bahwa melahirkan dan membesarkan generasi sehat adalah ibadah juga.

Persoalan stunting bukanlah hanya persoalan anak tumbuh pendek dan kecil. Lebih dari itu stunting seperti menanamkan bibit generasi yang lemah pada anak kecil. Masa depan akan dipegang oleh anak-anak kita hari ini. (*)

News Feed