FAJAR, MAKASSAR-Kasus dugaan korupsi di PDAM Makassar akan segera dilimpahkan ke tahap penuntutan. Pelimpahan tersebut rencananya akan dilakukan akhir bulan ini.
Kepala Seksi Penerangan Hukum (Kasipenkum) Kejati Sulsel, Soetarmi mengatakan penyidik kini sementara melakukan perampungan berkas. Setelah itu akan dilimpahkan ke bagian penunturan, selanjutnya akan dilimpahkan ke Pengadilan Negeri (PN) Makassar untuk diregistrasi persidangan. “Semua direksi dan pengawas dan pimpinan daerah kota Makassar pada masa 2017 hingga 2019 telah dimintai keterangan. Jumlah saksinya sekitar 20 orang lebih,” kata Soetarmi, Minggu, 23 April.
Soetarmi menuturkan dalam perkara yang merugikan negara sebesar Rp20,318 miliar telah ada pengembalian kerugian negara sebesar Rp1,58 miliar. Pengembalian kerugian keuangan negara atas penyalahgunaan kas PDAM Kota Makassar untuk pembayaraan Tantiem dan bonus Jasa produksi tahun 2017 sampai dengan 2019, premi asuransi Dwiguna jabatan bagi wali kota dan wakil walikota serta premi dana pensiun ganda tahun 2016 sampai dengan 2018. “Kita akan berupaya secepatnya untuk menuntaskan perkara ini,” akunya.
Humas PN Makassar, Sibali menjelaskan perkara yang dilimpahkan ke PN Makassar tidak langsung ditetapkan jadwal sidangnya. Ada beberapa proses yang harus dilalui. Pertama, setelah berkas masuk ke PTSP akan diantar ke meja ketua PN kemudian berkas ke panitera pidana untuk di register langsung berkas diserahkan ke majelis. Kurang lebih satu pekan setelah berkas masuk akan ada jadwal sidang. “Patokan informasi ada di website Sistem Informasi Penelusuran Perkara PN Makassar,” singkatnya.
Sekadar informasi kasus tersebut berkaitan tindak pidana korupsi penggunaan dana PDAM Kota Makassar untuk pembayaran tantiem dan bonus/jasa produksi tahun 2017 sampai dengan tahun 2019 dan premi asuransi dwiguna jabatan Walikota dan Wakil Walikota tahun 2016 sampai dengan tahun 2018.
Kejati telah menetapkan dua orang tersangka, yakni Haris Yasin Limpo, mantan Direktur Utama PDAM Kota Makassar 2015-2019 dan Irawan Abadi, mantan Direktur Keuangan 2017-2019.
Kedua tersangka tidak mengindahkan aturan Permendagri no 2 tahun 2007 tentang organ dan kepegawaian PDAM, Perda no 6 tahun 1974 dan PP 54 tahun 2017. Tersangka beranggapan bahwa pada tahun berjalan kegiatan yang diusahakan memperoleh laba, sedangkan akumulasi kerugian bukan menjadi tanggung jawabnya melainkan tanggung jawab direksi sebelumnya, sehingga mereka berhak untuk mendapatkan untuk pembayaran Tantiem dan Bonus/Jasa Produksi yang merupakan satu kesatuan dari Penggunaan Laba yang diusulkan.
Terdapat perbedaan besaran penggunaan laba pada perda no 6 tahun 1974 dengan PP 54 tahun 2017 khususnya untuk pembagian tantiem untuk Direksi 5 persen bonus pegawai 10 persen sedangkan pada PP 54 Tahun 2017 pembagian tantiem dan bonus hanya 5 persen. Sehingga aturan tersebut tidak digunakan untuk pembayaran penggunaan laba.
Terkait premi asuransi Dwiguna jabatan bagi Wali Kota dan Wakil Wali Kota Makassar pada asuransi AJB Bumiputera diberikan berdasarkan perjanjian kerja sama PDAM Kota Makassar dengan Asuransi AJB Bumiputera. Namun, tersangka berpendapat lain tanpa memperhatikan aturan perundang-undangan bahwa Wali Kota dan Wakil Wali Kota sebagai pemilik modal ataupun KPM tidak dapat diberikan asuransi tersebut, karena yang wajib diikutsertakan adalah pegawai BUMD pada program jaminan kesehatan, jaminan hari tua dan jaminan sosial lainnya sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Pemberian asuransi jabatan bagi wali kota dan wakil wali kota tidak dibenarkan dengan dasar bahwa selaku pemilik perusahaan daerah/pemberi kerja yang berkewajiban untuk memberikan jaminan kesehatan bukan sebagai penerima jaminan kesehatan. Penyimpangan yang terjadi pada penggunaan laba untuk pembagian tantiem dan bonus/jasa produksi serta premi asuransi dwiguna jabatan bagi Wali Kota dan Wakil Wali Kota Makassar mengakibatkan kerugian keuangan Rp20,318 miliar.
Kedua tersangka dijerat pasal berlapis, yakni pasal 2 ayat 1 juncto pasal 18 UU RI no 31 tahun 1999 tentang pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) juncto UU RI no 20 tahun 2001 tentang perubahan atas UU RI no 31 tahun 1999 tentang pemberantasan Tipikor juncto pasal 55 ayat 1 ke- 1 KUHP juncto pasal 64 ayat 1 KUHP. Dakwaan Subsidiair pasal 3 juncto pasal 18 UU RI no 31 tahun 1999 tentang pemberantasan Tipikor juncto UU RI no 20 tahun 2001 tentang perubahan atas UU RI no 31 tahun 1999 tentang pemberantasan Tipikor juncto pasal 55 ayat 1 ke- 1 KUHP juncto pasal 64 ayat 1 KUHP. Ancaman pidananya kedua tersangka 20 tahun. (edo/*)