English English Indonesian Indonesian
oleh

Tiga Hakim Pengadilan Niaga Makassar Dilaporkan ke KPK hingga MA

“Tagihan menjadi tidak sah dan tidak berhak menagih karena kegiatan usahanya bodong alias ilegal karena UD harus ada akta pendirian dan izin-izin lainnya sesuai kegiatan usaha. Kegiatanusaha tanpa izin adalah kejahatan atau tindak pidana, jadi hati-hati,” tambahnya.

Ricky melanjutkan dalam memutus perkara PKPU No. 1/Pdt.Sus-PKPU/2023/PN.Niaga.Mks ada kejanggalan lain yaitu para hakim pemutus/para terlapor tidak melakukan pemeriksaan langsung terhadap kreditur lain.

Hanya percaya dengan KTP, putusan Mahkamah Agung dan Putusan Pengadilan Hubungan Industrial yang bermasalah karena mengabulkan melebihi dari apa yang diminta kreditur lain saat menggugat ke Pengadilan Hubungan Industrial pada Pengadilan Negeri Makassar.

“Bahkan bukti yang saling bertolak belakang saja diterima, mestinya dikesampingkan. Salah satu faktanya, dalam gugatan saat gugat ke PHI Vitalis Pandi ngaku kerja dengan klien saya sejak 1994 tapi bukti yang diserahkan kerja sejak 2009. Tak singkron kan. 1994 pun klien saya belum ada karena baru ada pada 2002. Jadi dari bukti saja sudah saling tabrakan. Tapi itu tetap diterima oleh 3 terlapor hakim pemutus disitulah letak pelanggaran kode etiknya,” tegasnya.

Ricky juga mengungkapkan bahwa sudah ada LP dojadikan bukti, tetApi diabaikan juga oleh tiga hakim pemutus. “Dari awal kami sudah dalilkan pembuktian sudah tidak sederhana lagi dan PKPU pertama kami menang. PKPU kedua ada yang tidak beres karena tetap diterima padahal Pemohonnya sendiri sudah ditolak saat PKPU pertama terlebih tak punya legal standing karena bodong kegiatan usahanya dan para kreditur lain pun semuanya bermasalah. Jadi kuat alasan kami ada dugaan kuat pelanggaran kode etik oleh hakim pemutus PKPU No. 1/Pdt.Sus-PKPU/2023/PN.Niaga.Mks,” tutupnya.

News Feed