English English Indonesian Indonesian
oleh

Kesan dari Acara Pembinaan Mubalig Pemkot Makassar

OLEH: HM Said Abd Shamad LC, Wakil Ketua PDM Makassar / Ketua LPPI Makassar

Alhamdulillah telah berlangsung dengan baik acara Pembinaan Mubalig Pemerintah Kota (Pemkot) tahun 2023 dengan tema, Melalui Pembinaan Muballigh Kita Tingkatkan Imunitas Keimanan Ummat Dalam Rangka Menyambut Bulan Suci Ramadhan 1444 H, Selasa 15 Sya’ban 1444 H / 7 Maret 2023 M di Gedung IMMIM Jl. Jend.Sudirman No.33 Makassar.

Materi yang dibawakan oleh para narasumber cukup menarik dan bermanfaat dengan pelayanan yang memuaskan dari Kesra Pemkot Makassar bekerjasama dengan IMMIM.

Dalam acara tersebut juga disampaikan tentang perlunya kita mewaspadai aliran-aliran sesat yang dalam buku Himpunan Fatwa MUI disebutkan: Setiap usaha pendangkalan agama dan penyalahgunaan dalil-dalil adalah merusak kemurnian dan kemantapan hidup beragama, Oleh karena itu, MUI bertekad menanganinya secara serius dan terus menerus (hal.42).

Dalam acara tersebut penulis menyampaikan tanggapan berkaitan dengan kunjungan rombongan Ulama Syi’ah dari ICC ( Islamic Cultural Center ) Jakarta yang diantar oleh tokoh-tokoh Syi’ah di Makassar pada pertengahan Februari yang lalu. Mereka berkunjung ke MUI Sulsel dan UIN Sultan Alauddin Makassar.

Sebagaimana yang kita ketahui, berdasarkan Rekomendasi Rakernas MUI Jumadhil Akhir 1404 H / Maret 1984, disebutkan perbedaan Syi’ah dengan Sunni (Ahlussunnah Wal Jama’ah) yang dianut oleh Ummat Islam Indonesia:

1. Syi’ah  menolak hadits yang tidak diriwayatkan olehAhlul Bait ( keluarga Nabi saw. pen).

2. Syi’ah memandang Imam itu ma’sum (suci)

3. Syi’ah tidak mengakui IJMA’ tanpa adanya Imam

4. Syi’ah memandang bahwa menegakkan kepemimpinan atau pemerintahan (Imamah) adalah termasuk rukun agama

5. Syi’ah pada umumnya tidak mengakui kekhalifaan Abu Bakar, Umar, Usman Radhiallahu ‘anhum (HF. MUI:46),

Oleh karena itu Syahadat, Rukun Iman dan Rukun Islam Syi’ah berbeda dengan kita Ahlussunnah, Syahadat orang Syi’ah: Asyhadu Allaa ilaaha illallah Wa Asyhadu anna Muhammadan Rasulullah Wa Asyhadu anna Aliyyan Waliyyullah.

Rukun Iman Syi’ah: Tauhid, Nubuwwah, Imamah, Al-‘Adl, Al-Ma’ad(lima saja). Rukun Islam mereka: Shalat, Shaum, Zakat, Haji, Wilayah.

Menurut orang Syi’ah, Syahadat, Rukun Iman dan Rukun Islam yang berbeda dengan yang tersebut di atas tidak sah dan dengan demikian pelakunya di luar Islam (Kafir), serta pemerintahan yang tidak berdasarkan Imamah dan Wilayah adalah tidak sah.

Alhamdulillah para Narasumber sepakat bahwa dalam hal menilai ajaran Syi’ah tersebut di atas maka yang harus dipedomani adalah Fatwa MUI tentang Syi’ah. Cuma saja adanya UIN Alauddin Makassar dan MUI Sulsel menerima kedatangan rombongan ulama Iran (Syi’ah) dari ICC tersebut menurut narasumber semata-mata menghormati tamu dan tujuan ilmu pengetahuan, dan ada yang  menambahkan bahwa Fatwa MUI itu tidak mengikat.

Penulis kurang sependapat dengan alasan menghormati tamu dan Fatwa MUI tidak mengikat.

Menghormati tamu, meskipun kafir merupakan ajaran Agama yang berpahala melaksanakannya. Namun kalau ada tamu yang datang untuk misi menyiarkan suatu ajaran yang sangat bertentangan bahkan merusak ajaran yang kita anut tentunya lain lagi sikap kita menghadapinya. Bahkan perlu kita jelaskan pandangan MUI terhadap ajaran mereka. Diantara ajakan mereka adalah pemberian beasiswa dan fasilitas bagi mahasiswa dan dosen yang ingin belajar dan atau kuliah pendek di Iran.

Sudah menjadi kenyataan bahwa umumnya dosen apalagi mahasiswa yang sudah belajar di Iran akan kembali ke Indonesia dengan berpaham Syi’ah, atau sekurang kurangnya membela Iran (Syi’ah) dan menganggapperbedaan Sunni dan Syi’ah tidak masalah.

Kalau ini yang terjadi berarti kita sudah bertolong-tolongan dalam dosa dan permusuhan yang dilarang dan diharamkan Allah (QS.Al-Maidah:2).

 Dalam kitab Muqaddimah Qaanun Asasi Jam’iyyah NU disebutkan, Rasulullah saw bersabda: Janganlah kamu mencaci para sahabatku sebab di akhir zaman nanti akan datang suatu kaum yang mencela para sahabatku, maka jangan kamu menyalati mereka dan jangan shalat bersama mereka, jangan kamu menikahkan mereka dan jangan duduk-duduk bersama mereka, jika mereka sakit jangan jenguk mereka (Hal:14).

Menyatakan bahwa Fatwa MUI itu tidak mengikat patut disayangkan, karena pernyataan ini kalau tidak dijelaskan bisa menjadikan Fatwa MUI itu diabaikan dan tidak diperhatikan masyarakat, toh tidak mengikat juga. Memang fatwa MUI tidak mengikat dalam arti tidak mempunyai sanksi hukum pidana bila dilanggar, Namun bagi orang yang beriman, Fatwa MUI yang berdasarkan Al-Qur’an dan Hadits serta Ijma’ itu bersifat mengikat sesuai Firman Allah: “Wahai orang-orang yang beriman, taatilah Allah dan taatilah Rasul dan Ulil Amri diantara kalian” (QS.An-Nisa:59). Bahkan MUI mengajak pemerintah mengambil tindakan tegas berupa larangan terhadap aliran yang tidak mempercayai hadits sebagai sumber sumber syariat Islam (HF.MUI:68). Pemerintah hendaklah proaktif mencegah, melarang serta melakukan penindakan hukum terhadap orang atau kelompok yang menghina atau mengkafirkan sahabat Nabi saw. (H.F. MUI :135)

Bahkan Pengadilan Negeri Surabaya dan Pengadilan Tinggi Jatim serta Mahkamah Agung tahun 2012 telah menjatuhkan sanksi hukuman penjara kepada Tajuk Muluk dalam kasus Syi’ah Sampang, berdasarkan Fatwa MUI Sampang dan lainnya.

Semoga dengan ini, ajakan Ulama Iran dari ICC yang merupakan poros utama penyebaran Syi’ah di Indonesia, agar dosen dan mahasiswa dikirim ke Iran dengan beasiswa, dapat diwaspadai karena akan berakibat ajaran Syi’ah semakin berkembang di Indonesia cepat atau lambat yang akan merusak ajaran Ahlussunnah Wal Jama’ah dan mengancam keutuhan NKRI. Sekian dan Terima Kasih. (*)

News Feed