English English Indonesian Indonesian
oleh

Indonesia Berdasarkan Hukum, Andaikan Bisa Diubah Menjadi: Indonesia Berkeadilan dan Sejahtera

Oleh: Aristu Frisian, SE
Pustakawan

Sering kita melihat kasus-kasus di Republik ini yang berakhir pada penjatuhan hukuman. Seperti contoh yang lagi viral di Sulawesi Selatan, dimana seorang gadis di Kabupaten Wajo menolak lamaran seorang pria India. Akhirnya gadis tersebut jadi bulan-bulanan warganet, takunjung sampai disitu, ia juga mendapatkan “hukuman” dari sesama warga Wajo sendiri, karena ia secara tidak langsung telah memalukan masyarakat Wajo.

Itu baru satu contoh, masih banyak contoh lainnya dan terus meningkat kejadian pelanggaran kemanusian lainnya, bukankah dengan berdasarkan hukum harusnya perbuatan melanggar hukum harus berkurang? Bukan sebaliknya. Ini dilema yang dialami bangsa ini yang sebentar lagi merayakan seabad kemerdekaannya.

Begitu pula yang dialami oleh ASN di suatu daerah, ada aturan jam masuk kerja dan pulang kerja, dimana bila dilanggar, akan ada sanksi seperti pengurangan tambahan penghasilan. Hukuman sepertinya satu-satunya jalan dalam menegakkan disiplin, bukankah pribahasa mengatakan : Banyak Jalan Menuju Roma? Yah, mungkin mental kita lebih Senang Melihat orang Susah (SMS)?

Mengapa tidak dibuat sebaliknya, penegakan disiplin tanpa hukuman, bisa dengan pemberian reward bagi ASN yang dapat tepat waktu dan memberikan kontribusi nyata dalam pembangunan daerah ? dengan cara ini, penulis yakin kalau seluruh ASN akan terpacu untuk membuat inovasi agar mendapatkan reward, karena siapa orang saat ini yang tidak butuh tambahan penghasilan di era ekonomi saat ini? Dan dengan pemberian reward akan terlihat ASN yang benar-benar bekerja dan ASN yang hanya mengisi waktu menunggu jam pulang kerja

Lalu bagaimana dengan contoh orang India yang melamar gadis di Wajo tadi jika dikaitkan dengan pemberian reward?

Tentu kita tidak boleh langsung menghakimi gadis di Wajo tersebut, harus ada penjelasan yang dapat diterima oleh banyak pihak, khususnya pria dari India tersebut.

Dengan klarifikasi, kita dapat mengidentifikasi permasalahan, maka akan timbul solusi, sehingga hukuman sejauh mungkin tidak diterapkan, karena hukuman memberi dampak depresi bagi semua pihak yang terlibat, dalam kasus ini gadis di Wajo jadi tertekan, keluarga dan masyarakat Wajo pun ikut menanggung malu, andaikata berita ini sampai heboh di dunia Internasional, mungkin kita setanah air Indonesia pun terpecik air dari perbuatan gadis tersebut. Belum lagi bagi pria India, bagaimana kecewanya, pengorbanannya dan dampak negatif lainnya. Sungguh, hukuman bukan jalan terbaik.

Dalam sebuah kitab suci, Tuhan berkata : “AKU terserah pada prasangka hambaKU” karena itu marilah kita rubah pola pikir kita, dari memberi hukuman menjadi memberi hadiah, agar keadilan dan kesejahteraan benar-benar terwujud, bukan hanya dicantumkan dalam Pembukaan Undang Undang Dasar 1945.

Kita bisa, Indonesia Jaya. (*)

News Feed