English English Indonesian Indonesian
oleh

Korban Dehumanisasi

Sepertinya  kekerasan adalah bagian dari sisi kiri kehidupan manusia yang selalu terjadi setiap saat. Seperti pada sisi kanan kehidupan manusia, selalu ada manusia baik yang mengasihi sesamanya. Cerita panjang tentang sisi kiri manusia, tidak hanya  memilukan perasaan dan geram, juga  merobek sisi  humanis manusia yang dikenal baik. Sekadar catatan, Jaringan Advokasi Pekerja Rumah Tangga (Jala PRT) melaporkan tahun 2017-2022 terdapat 10 sampai 11 kasus  kekerasan pada PRT terjadi setiap hari. Sementara kekerasan pada anak lebih banyak lagi. Kementerian PPPA mencatat sepanjang tahun 2021 terdapat 11.952 kasus pada anak, dengan kekerasan seksual sebanyak 7.004 kasus. Sedangkan kekerasan pada perempun ada 8.478 kasus, di mana 15 persen (1.272 kasus) kasus kekerasan seksual.

Berita  tentang kekerasan, terutama kekerasan fisik terus muncul di media dengan modus yang tidak terlepas dari cinta, dendam, iri hati, kekuasaan dan bisa karena kelainan jiwa, seperti psikopat, stres, depresi. Ada juga yang mengaitkan dengan  faktor  sosial  seperti konflik rumah tangga, faktor budaya, dan media massa. Sedangkan kekerasan non fisik bisa muncul dalam bentuk tindakan-tindakan seperti mengekang, mengurangi atau meniadakan hak seseorang, mengintimidasi, memfitnah, dan meneror orang lain.

Kasus terakhir yang menghebohkan dunia medsos adalah kasus penganiayaan (kekerasan) dari seorang pemuda dari keluarga pejabat dan kaya raya. Menonton videonya seperti melihat adegan kekerasan dalam film action yang penuh kebrutalan. Dalam video yang berdurasi 0,43 detik tampak jelas seorang pemuda 20-an tahun  menganiaya remaja 17-an tahun dengan cara sadis. Korban ditendang dan kepala dipukul berulang-ulang dengan penuh kebanggaan dan kesombongan seolah memperlihatkan jati dirinya sebagai orang berkuasa atas si tertindas. Bahkan sebelumnya, dia meminta mantan pacarnya merekam di video HPnya untuk mmperlihatkan kekuasaannya yang bisa menganiaya orang tak berdaya hingga tidak sadarkan diri. Kita semua tentu terpana, mengapa kekerasan itu harus terjadi, belum lagi korban sudah tak berdaya sama sekali. Bukankah remaja ini tidak pernah berbuat sesuatu yang menyakitkan hati si pemuda. Mengapa ada manusia dengan begitu keji menyiksa sesama manusia hanya dengan alasan simpati dengan mantan pacar. Mengapa ada manusia yang sanggup melakukan tindakan kekerasan tanpa perasaan bersalah, tanpa hambatan moral.

Pada dasarnya, manusia itu tidak suka kekerasan. Banyak  diantara kita mengutamakan sifat kemanusiaan ketimbang keegoisan diri sendiri. Jika berhadapan  dengan konflik mereka  mengesampingkan egonya. Ada  yang memiliki sosok selalu menjaga kedamaian dan keseimbangan. Sehingga, ketika dihadapkan dengan permasalahan dapat menyelesaikannya dengan kepala dingin. Sebagian dari kita yang ingin selalu mendambakan damai dalam hidup lebih suka menghindari konflik karena  memiliki toleransi yang sangat rendah terhadap situasi seperti itu. Bahkan sebagian besar diantara kita yang mengamalkan agamanya dengan baik cenderung berkepala dingin dan tidak mudah emosi dalam menghadapi masalah. Sehingga ketika menghadapi konflik, tidak akan mudah tersulut api emosi.

Ada teori menyebut, manusia terpaksa membunuh karena frustrasi, atau terancam. Sepanjang sejarah, kita sering menyaksikan orang-orang yang lemah dianiaya oleh orang kuat. Yang kuat menyiksa si lemah bukan karena frustrasi atau situasi terancam. Namun dalam kasus ini frustasi dan adanya ancaman tidak terlihat. Mungkin ini yang disebut kekerasan karena dehumanisasi terhadap korban dari pelaku. Walhasil, korban ingin dijauhkan dari kemanusiaannya. Karena merasa kuasa atas nama prestise orang tua atau predikat “the have” sehingga kekerasan  layak dia lakukan. Wallahu a’lam

News Feed