English English Indonesian Indonesian
oleh

Blue Economy

Oleh: Anas Iswanto Anwar, Dosen Fakultas Ekonomi dan Bisnis UNHAS

Kekayaan sumber daya alam di Indonesia merupakan anugerah bagi bangsa untuk menghasilkan produk-produk yang mempunyai nilai tambah tinggi dengan mengombinasikan antara pemanfaatan kekayaan alam dengan kearifan dan teknologi.

 Prinsip ekonomi berkelanjutan dilaksanakan melalui green economy dan blue economy, yaitu dengan mendorong hilirisasi dan industrialisasi semua komoditas. Potensi ekonomi paling besar bagi negara maritim seperti Indonesia adalah pemanfaatan sumber daya perairan melalui blue economy.

Sebagai negara kepulauan (archipelagic state), Indonesia sudah seharusnya memiliki konstruksi ekonomi kelautan yang tangguh dan kaya. Namun, kenyataan justru mengatakan sebaliknya dimana sekitar 53% nelayan kita masih diperkirakan hidup di bawah garis kemiskinan. Terjebak dalam lingkaran setan yang juga mempengaruhi kualitas hidup, kesehatan, dan pendidikan keluarga mereka. 

Secara umum, blue economy dan green economy sebenarnya memiliki definisi yang hampir sama, yaitu bagaimana kita mengembangkan ekonomi tanpa menyebabkan kerusakan pada planet kita.

Perbedaan utama blue economy dan green economy terletak pada fokus pembangunan ekonomi. Bila green economy Indonesia fokus pada pembangunan ekonomi yang berkelanjutan dan penurunan risiko kerusakan lingkungan, maka  blue  economy lebih difokuskan pada pembangunan ekonomi yang berkelanjutan di sektor kelautan.

Pada tahun 2010, Gunter Pauli adalah tokoh pertama yang memperkenalkan istilah ekonomi biru. Konsep ini menerapkan logika ekosistem, yaitu ekosistem selalu bekerja menuju tingkat efisiensi lebih tinggi untuk mengalirkan nutrien dan energi tanpa limbah untuk memenuhi kebutuhan dasar bagi semua kontributor dalam suatu sistem. Ekonomi biru juga menitikberatkan pada inovasi dan kreativitas, yang meliputi variasi produk, efisiensi sistem produksi, dan penataan sistem manajemen sumber daya. Dengan kata lain, ekonomi biru tidak semata-mata melihat potensi kelautan sebagai komoditas ekonomi, tetapi juga sangat menekankan kepada vitalnya menjaga kelestarian lingkungan hidup di dalam ekosistem bahari.

Konsep ekonomi biru selain bermanfaat untuk menjaga kesehatan laut, juga akan dapat membuka peluang investasi, lapangan pekerjaan, dan pemerataan pertumbuhan ekonomi nasional karena distribusi pertumbuhan ekonomi perikanan cenderung ke daerah Indonesia timur, sehingga juga meningkatkan taraf hidup masyarakat di daerah.

Blue economy dengan prinsip zero waste bisa diterapkan melalui penetrasi teknologi dan alat-alat mutakhir guna mengawetkan ikan dan mengolahnya menjadi produk lain selain ikan mentah. Penjualan produk primer seperti ini memang harus mulai dikurangi, mengingat hilirisasi industri bisa menaikkan pendapatan nelayan dan meningkatkan PDB.

Konferensi Persatuan Bangsa-Bangsa tentang Pembangunan Berkelanjutan (UNCSD) telah mendefinisikan ekonomi biru sebagai aktivitas pemanfaatan sumber daya kelautan secara berkelanjutan untuk menumbuhkan ekonomi, meningkatkan kesejahteraan masyarakat dan kesehatan ekosistem laut. Sejumlah negara, sebut saja Australia, Korea Selatan, dan China, telah lebih dulu dan berhasil memanfaatkan peluang besar dari pemanfaatan ekonomi birunya. Kontribusinya rata-rata telah mencapai 4,3-9 persen terhadap total PDB mereka

Indeks Pembangunan Ekonomi Biru (BEDI) tahun 2020 yang dirilis oleh Forum Negara-negara Pulau dan Kepulauan (AIS Forum) menunjukkan posisi Indonesia hanya berada pada peringkat ke-36 dari 47 negara dengan skor 4,3. Dari delapan indikator, Indonesia mendapatkan nilai rendah dari indikator Indeks Pembangunan Inklusif dan Indeks Tata Kelola.

Indikator Indeks Pembangunan Inklusif (Inclusive Development Index) rendah diakibatkan pengelolaan dan pemanfaatan sumber daya pesisir dan laut belum sepenuhnya terdistribusi merata, baik secara etnis, jender, maupun antar generasi. Sedangkan Indeks Tata Kelola (Governance Index) yang juga mendapatkan nilai rendah karena sejumlah aspek penting terkait kebijakan dan kapasitas kelembagaan, lingkungan usaha, kualitas air, energi, pelayaran, dan sumber daya alam berpotensi mengalami masalah lingkungan dengan derajat tinggi, termasuk akibat dari tingginya pembuangan sampah plastik di laut.

Sudah saatnya sekarang, untuk tidak mengatakan terlambat menaikkan kontribusi ekonomi biru terhadap PDB Indonesia yang membutuhkan perbaikan dalam hal inklusivitas dan tata kelola sumber daya kelautan. Perbaikan terhadap keduanya mensyaratkan partisipasi publik lebih luas dalam proses perencanaan, pemanfaatan dan pengawasan sumber daya kelautan dan perikanan.

Kelestarian dan keberlanjutan harus diseimbangkan antara kepentingan ekonomi dan kepentingan lainnya. Industri perikanan, industri tambang, industri kehutanan, dan industri perkebunan tetap bisa dilakukan, tetapi harus terukur, terkendali, dan dapat dijamin keberlanjutannya, sehingga, sumber daya alam yang dimiliki tidak habis.

Ekonomi biru sebagai jalan keluar terbaik untuk mengatasi masalah lingkungan dan kemiskinan utamanya bagi masyarakat pesisir, khususnya yang berada di Indonesia bagian Timur. (*)

News Feed