Oleh: Yarifai Mappeaty, Analis Politik, Alumni Universitas Hasanuddin
Usai Demokrat dan PKS mengumumkan dukungannya terhadap Anies, maka hari-hari ini, Anies benar-benar menjadi bahan percakapan di ruang publik. Kemana saja pergi, ujung-ujungnya pasti membicarakan Anies. Topiknya, tentu tak jauh-jauh dari soal Anies telah mendapatkan tiket capres.
Meski baru sebatas lisan, tiket capres dalam genggaman Anies itu, tiba-tiba mengingatkan pada seseorang. Panggil saja, juragan survei, karena ia memang seorang pemilik sebuah lembaga survei yang cukup popular. Juragan survei begitu “arogan” memastikan Anies tak bakal menjadi capres, kendati Nasdem telah mencalonkannya pada Juni 2022 lalu.
Juragan survei menggunakan dua pendekatan, pertama, matematika politik konfigurasi parpol yang ada, menurutnya, tidak memungkinkan hal itu terjadi. Tujuh parpol di dalam pemerintahan, minus Nasdem, berpotensi mengusung capres, mustahil akan mengusung Anies.
Di PDIP sendiri, ada Ganjar Pranowo atau Puan Maharani. Koalisi Gerindra – PKB, ada Prabowo Subianto. Koalisi Indonesia Bersatu (KIB) yang terdiri atas Golkar, PAN, dan PPP, ada Airlangga Hartarto.
Sementara koalisi parpol di luar pemerintahan, yaitu Demokrat dan PKS, tidak cukup memenuhi syarat presidential threshold (PT) 20% untuk mengusung capres. Lagi pula, koalisi Nasdem, Demokrat, dan PKS, menurutnya, sulit terwujud karena perebutan dominasi dan hegemoni dalam koalisi. Lantas Nasdem yang dianggap “berkhianat”, mau dengan siapa mengusung Anies?
Tak kalah menentukan ialah Jokowi pasti ingin mengakhiri kekuasaanya dengan “soft landing”. Oleh karena itu, tiga capres yang bakal diusung oleh parpol pendukung Jokowi, harus mendapat restunya. Sehingga siapa pun yang menang kelak, tetap adalah orangnya sendiri.
Kedua, ini menarik. Juragan survei menyodorkan premis bahwa figur pemimpin hari ini, digandrungi saat masih menjabat. Setelah lengser, cari teman ngopi saja susah. Lalu, presmis ini coba diujikan kepada Anies yang sedang berada di ujung masa jabatannya selaku Gubernur DKI Jakarta.
Berbekal dua pendekatan itu, dengan jumawa, juragan survei menantang bertaruh mobil Alphard. Bila Anies menjadi capres, ia akan memberikan mobil Alphard kepada siapa saja yang menerima tantangannya. “Oh, allamaaaak lagaknya, congkak nian,” kata teman dari Melayu.
Mendengar tantangan itu, tak berapa lama berselang, Billy Haryanto, seorang pengusaha beras asal Sragen, menjabaninya. Pertaruhan dua juragan pun tak terelakkan. Juragan survei vs juragan beras. Bahkan, biar pertaruhannya tambah seru, juragan beras menaikkan taruhannya dengan Range Rover.
Apa kira-kira yang membuat Billy Haryanto begitu yakin Anies menjadi capres? Padahal, jika berdasarkan konfigurasi partai politik seperti diterangkan di atas, memang tidak ada jalan bagi Anies menjadi capres. Belum lagi Anies bukan orangnya Jokowi. Sehingga logis jika juragan survei dengan matematika politiknya, berani memastikan demikian.
Atau mungkin juga Billy Haryanto punya perspektif lain, intuitif. Anggap saja begitu. Dengan perspektif itu, Billy kemudian meyakini Anies sebagai kehendak sejarah. Eit, jangan apriori dulu. Sebab jika sejarah berkehendak, maka semua yang dianggap tidak mungkin menjadi mungkin. Dan, bahkan kemudahan sendirilah yang datang membukakan jalan baginya.
Coba kita mundur ke belakang. Di mana logikanya Gerindra (Prabowo) mengusung Anies pada Pilkada DKI Jakarta 2017? Padahal, posisi Anies pada Pilpres 2014, adalah Jubir Jokowi. Lalu, bagaimana mungkin Anies memenangkan pilkada itu, padahal, nyaris semua lembaga survei memprediksinya kalah, termasuk prediksi juragan survei sendiri kala itu.
Selain Rocky Gerung, apa pernah ada yang membayangkan sebelumnya, Nasdem yang notabene partai pendukung Jokowi, bisa-bisanya “balelo” mengusung Anies? Terkini, bagaimana pula ceritanya Demokrat dan PKS sampai memiliki kesadaran untuk mengesampingkan ego masing-masing, untuk kemudian bersama-sama Nasdem mengusung Anies?
Lantas, dengan cara apa matematika politik juragan survei menjelaskan semua itu? Bahkan berdasarkan realitas yang ada hingga sejauh ini, apa yang disebut tidak mungkin oleh juragan survei, sudah beberapa terbantahkan.
Begitu pula premis juragan survei mengenai seorang pejabat yang sudah lengser, cari teman ngopi saja sudah susah, pun tidak berlaku bagi Anies. Sebab terbukti sebaliknya, Anies malah makin digandrungi rakyat.
Pertaruhan dua juragan masih berlangsung. Kita tunggu pemenangnya pada September 2023, saat KPU membuka pendaftaran capres dan cawapres. (*)