English English Indonesian Indonesian
oleh

Inkonsistensi Pemerintah Entaskan Kemiskinan

Badan Pusat Statistik (BPS) Sulsel merilis kenaikan angka kemiskinan. Pada periode Maret sampai September 2022, angka kemiskinan naik 0,03 persen. Apabila dihitung per September 2021, kenaikannya 0,13 persen.

Hitung-hitungannya, total angka kemiskinan di Sulsel mencapai 8,66 persen atau 570 ribu. Berdasarkan pemetaan wilayah antara perkotaan dan perdesaan, angka kemiskinan di desa naik 5,6 ribu menjadi 568 ribu lebih.

Adapun di perkotaan turun 700 orang menjadi 207,81 ribu orang pada September 2022. Meski tergolong tinggi, tetapi angka kemiskinan di Sulsel, pada dasarnya masih di bawah rata-rata nasional.

Meski demikian, bertambahnya angka kemiskinan tetap menjadi atensi serius pemerintah. Intervensi pemerintah dalam hal menekan bertambahnya angka kemiskinan sangat diperlukan.

Bantuan sosial? Hal ini memang selalu menjadi solusi dari pemerintah beberapa tahun terakhir. Akan tetapi, bantuan tunai yang disalurkan itu sebenarnya hanya bersifat sementara.

Sebab, permasalahan ada pada pendapatan masyarakat itu sendiri. Untuk garis kemiskinan sendiri angkanya sebesar Rp422.952 per kapita setiap bulan, dengan komposisi Garis Kemiskinan Makanan sebesar Rp316.597 (74,85 persen).

Sementara itu, angka Garis Kemiskinan Bukan Makanan sebesar Rp106.355 atau 25,15 persen. Apabila dirata-ratakan, setiap rumah tangga miskin di Indonesia ini punya 4,62 orang anggota rumah tangga.

Artinya apa, garis kemiskinan per rumah tangga miskin rata-rata Rp1.954.038 per rumah tangga setiap bulannya. Angka ini jelas sangat kecil dengan harga-kebutuhan pokok yang terus melonjak seiring kenaikan harga bahan bakar minyak.

Seraya menunggu pemilik modal mengucurkan dana untuk membuka lapangan kerja, idealnya pemerintah harus lebih aktif untuk menggali potensi daerahnya. Agar pendapatan asli daerah ikut terkerek naik.

Salah satunya dengan mengintensifkan penarikan pajak dari sektor tambang. Setoran-setoran pajak tambang di wilayah Sulsel harus diawasi secara ketat agar tidak bocor. Tentu juga dibutuhkan regulasi yang kuat.

Contoh kecil tambang nikel. Belakangan ini komoditas tersebut sangat seksi. Akan tetapi, masih banyak permasalahan yang belum teratasi secara maksimal. Imbasnya ada pada penerimaan negara. Banyak terjadi kebocoran.

Masalah utama adalah perbedaan analisis kadar dari titik ambil hingga di lokasi smelter. Di mana hasil analisis kadar nikel berbeda dengan hasil uji surveyor perusahaan yang ditunjuk perusahaan smelter.

Poin kedua adalah implementasi aturan HPM. Perbedaaan harga pasar domestik, justru memicu terjadinya ekspor ilegal. Hal ini dikarenakan harga pasar di luar negeri jauh lebih tinggi. Belum lagi mengenai pajak. Ada kesan pemerintah belum konsisten.

Padahal, apabila pemerintah konsisten, dua poin permasalahan tadi dapat ditekan. Baik melalui pengawasan maupun penegakan aturan di sektor pertambangan. Penerimaan negara bisa maksimal.

Pendapatan negara dapat dialokasikan untuk program menyejahterakan masyarakat. Baik membuka lapangan kerja maupun bantuan permodalan bagi usaha kecil. Semakin banyak usaha kecil yang bergerak, ekonomi masyarakat akan lebih positif. Semoga terwujud. Selamat bekerja.(_)

News Feed