Menjelang Pemilu 2024, Menteri Agama (Menag), Yaqut Cholil Qoumas akan mengeluarkan regulasi mengenai larang berkampanye di rumah ibadah. Menag menolak keras bila rumah ibadah dijadikan tempat untuk aktivitas kampanye atau kegiatan politik praktis. Alasannya, agama jangan digunakan sebagai instrumen atau alat untuk berpolitik.
Kata Menag, “Kita berkomitmen untuk menghindari politisasi agama. Kita menolak agama digunakan sebagai instrumen atau alat untuk berpolitik termasuk tempat-tempat ibadah.” Dia menegaskan agar tempat ibadah digunakan sesuai fungsi yang seharusnya. Bukan berpolitik.”
Mengenai regulasi tersebut, Menag menekankan sangat berharap agar seluruh peserta Pemilu 2024 menahan diri dan mengikuti aturan – tidak menggunakan rumah ibadah sebagai tempat melakukan konsolidasi politik. Dia juga berharap agar para pengurus rumah ibadah tidak memberikan kesempatan kepada siapa pun untuk menggunakan tempat ibadah berpolitik.
Larangan rumah ibadah bukan tempat tempat berpolitik praktis, sudah bukan hal baru. Pemilu sebelumnya juga sudah digaungkan larangan tersebut. Bahkan larangan seperti itu telah dikeluarkan oleh Komisi Pemilihan Umum dengan peraturan Nomor 4/2017. Bunyinya adalah para kandidat dilarang berkampanye di tempat ibadah dan pendidikan.
Mencermati penekanan Menag tersebut, sejumlah kalangan menilai ke mana arah dari larangan tersebut ditujukan. Kelihatan sangat normatif namun sesungguhnya penuh nuansa politis juga. Terkesan ada kegelisahan kepada kelompok tertentu yang nantinya akan mempunyai kekuatan besar bila tidak dibendung dengan larangan “jangan berpolitik di rumah ibadah”.
Ada juga yang mengaitkan ke arah figur yang selalu dicap menggunakan politik identitas, untuk membendung dukungan dari kekuatan tertentu kepada figur tersebut. Larangan itu, antara lain yang disasar adalah penganut agama yang mayoritas di negeri ini.
Rumah ibadah memang bukan untuk berpolitik praktis. Namun bila disampaikan bahwa masyarakat mesti memilih pemimpin yang amanah, bersih, keseharian yang patut diteladani, tidak mempunyai hobi yang tidak sesonoh – itu lumrah karena sangat normatif dan sesuai pandangan agama. (*)