English English Indonesian Indonesian
oleh

Derita Lansia di Tengah Bencana

OLEH: Fauziah Lestari, Fungsional Statistisi Ahli Pertama BPS Kabupaten Maros

Cuaca ekstrem dan bencana alam yang terjadi akhir-akhir ini di hampir seluruh wilayah Indonesia, seringkali menjadi headline di berbagai media.

Data dari BNPB (per tanggal 28 Desember 2022) dalam infografisnya tercatat sepanjang tahun 2022 mencapai 3.481 bencana. Bencana tahun ini didominasi bencana hidrometeorologi (berkaitan iklim dan cuaca) seperti banjir, banjir bandang, dan cuaca ekstrem. Bencana gempa bumi dan kebakaran lahan juga terjadi di beberapa wilayah di Indonesia, adapun korban jiwa meninggal paling banyak diakibatkan oleh gempa bumi yaitu sekitar 80 persen dari total korban jiwa, dan sebanyak 5.348.968 orang mengungsi dan terdampak oleh bencana yang dialami, sehingga sepatutnya semua bencana ini harus menjadi bahan renungan bagi kita.

Kelompok umur lansia menjadi kelompok yang rentan menjadi korban dibandingkan kelompok usia produktif. Hal ini disebabkan karena kemampuan untuk merespon situasi genting secara cepat seringkali terhalangi oleh keterbatasan fisik/disabilitas. Keadaan ini harus menjadi perhatian pemerintah dan masyarakat untuk meningkatkan kesiapsiagaan bagi kelompok lansia di sekitar kita.

Salah satu tujuan SDGs (Sustainable Development Goals) sebagai arah pembangunan negara-negara anggota PBB (Perserikatan Bangsa-Bangsa) pada poin 13 adalah Penanganan Perubahan Iklim, dimana hal ini menargetkan untuk mampu menguatkan daya tahan dan kapasitas adaptasi terhadap bahaya yang berkaitan dengan iklim dan bencana alam di semua negara. Indonesia secara demografis akan menjadi salah satu negara yang mengalami penuaan penduduk (ageing population), BPS (2019) bahwa proporsi penduduk lansia semakin meningkat dan menjadi 80 juta orang di tahun 2050. Kenyataan ini menjadikan tantangan mengenai penuaan penduduk ini harus disikapi secara komprehensif. Namun perhatian pada kesiagaan bencana maupun pasca bencana bagi lansia masih sangat minim oleh pemerintah, belum adanya โ€œkoneksiโ€ mengenai kesiagaan bencana sebagai bagian dari kebutuhan lansia di Indonesia.

Edukasi mengenai potensi bencana alam di masing-masing wilayah menjadi poin penting untuk membantu masyarakat mampu menyikapi bencana. Kondisi geografis Indonesia sebagai negara kepulauan dan salah satu risiko bencana alam yang berpotensi tinggi adalah tsunami. UNISDR (UN International Strategy for Disaster Reduction) menyebutkan bahwa Indonesia menempati urutan pertama dari 265 negara di dunia, dengan risiko tsunami yang lebih tinggi dibandingkan Jepang. Maka edukasi penanganan dan faktor penunjang keselamatan dari tsunami menjadi krusial untuk diketahui oleh masyarakat, seperti proses evakuasi bagi penduduk rentan, anak-anak dan lansia, harus diperhatikan khususnya di wilayah pesisir.

Selain tsunami, Indonesia juga adalah salah satu negara yang memiliki potensi kegempaan yang tinggi di dunia, sebagai akibat dari pergerakan lempeng (empat lempeng tektonik yaitu lempeng Benua Asia, Benua Australia, lempeng Samudera Hindia, dan Samudera Pasifik). Menilik pada poin tersebut, maka edukasi kepada masyarakat difokuskan pada hal-hal berkaitan tentang cara perlindungan diri, jalur evakuasi, fasilitas pengungsian yang memadai, serta penambahan personil tim tanggap bencana yang tersebar merata. Selain penanggulangan, tahapan pencegahan dampak yang lebih fatal tidak kalah penting, seperti pemilihan bahan dan desain bangunan tahan gempa, fondasi bangunan yang sesuai dengan kontur tanah di wilayah tersebut, serta ditambah dengan edukasi bencana lain juga sebagai tambahan. Selain tsunami dan gempa, bencana banjir menjadi bencana yang juga banyak terjadi hampir di seluruh wilayah di Indonesia. Kondisi iklim dengan dua musim yaitu musim panas dan hujan seringkali diiringi dengan perubahan cuaca dan arah angin yang ekstrem. Kerusakan alam yang ditimbulkan dari penebangan hutan secara massif, pembangunan fasilitas yang mengeksploitasi hutan oleh perusahaan-perusahaan besar, memicu meningkatnya jumlah kejadian bencana hidrometeorologi.

Jika dibandingkan dengan kelompok usia yang lebih muda, para lansia cenderung mengalami gejala PTSD (Post Traumatic Stress Disorder) dan risiko cedera yang lebih tinggi pula. Bencana yang terjadi hingga menimbulkan kerugian materiil, mempertaruhkan nyawa, bahkan risiko kehilangan anggota keluarga dapat menimbulkan guncangan psikologis hingga stres yang lebih parah bagi lansia. Penanganan pasca bencana berupa terapi trauma pascabencana juga tidak harus diupayakan oleh pemerintah. Lansia dengan segala keterbatasannya, seharusnya mendapat perhatian lebih dari seluruh elemen masyarakat karena sebelumnya mereka sudah berkontribusi pada pembangunan, dengan segala potensi di masa mudanya. Maka sudah selayaknya mereka menikmati fasilitas dan bantuan dari pemerintah untuk mampu menjaga kelangsungan hidup mereka dengan aman dan layak. (*)

News Feed