Berselancar dan mencari berita permainan tentang tarik tambang cukup banyak dijumpai di media sosial. Permainan tarik tambang awalnya dilakukan secara beregu yang beranggota enam sampai delapan orang. Saling beradu antara dua kelompok. Permainan ini juga lebih mengutamakan kemampuan otot dan strategi untuk memenangkannya. Karena permainan ini mengutamakan power terutama kekuatan otot tangan dan kaki, sehingga permainan ini cukup dan menguras tenaga, cenderung menimbulkan luka terseret dan terpelanting. Oleh sebab itu, maka palagan pertandingan dilaksanakan di lapangan berumput dan beralasankan tanah.
Dari berbagai sumber dapat juga diketahui, adu kekuatan melalui tarik tambang juga mempunyai aturan yang baku. Di antaranya: (1) Pesertanya diutamakan laki-laki, (2) Arena pertandingan dilaksanakan lapangan rumput, (3) Pertandingan diawasi oleh wasit, (4) Setiap kelompok tidak melepaskan tali seketika sehingga peserta lawan tidak terpental dan mengakibatkan luka bagi peserta lawan, (5) Setiap regu beranggota 6-8 orang dan mengutamakan sportivitas tanding, (6) Selama pertandingan berlangsung sebaik menggunakan kata-kata yang menyemangati dan menghindari yel-yel yang bersifat hasutan, (7) Aturan main lainnya, selama pertandingan tidak boleh ada pergantian pemain, (8) Diupayakan, ada waktu istirahat diberikan kepada pemain sehingga ada jeda waktu untuk istirahat dan mengatur kekuatan.
Sebenarnya olah raga tarik tambang dari segi kohesivitas sosial dan leadership sangat membantu terbentuknya tim work yang elegan. Karena dalam permainan ini diajarkan mengatur sinergitas yang apik, melatih kekompakan dalam keadaan terdesak, mengumpulkan dan saling menyemangati menghadapi tantangan, bahkan juga melahirkan mental tangguh dan juara.
Permainan tarik tambang perlu dilakukan secara terukur dan terkoordinasi untuk membentuk tim. Kalau tarik tambang digunakan untuk mengumpulkan massa yang “tak berdosa”, kemudian dieksploitasi untuk kepentingan “branding personal” dan ambisi mau dibilang “jago”, itu artinya permainan tarik tambang sudah meninggalkan muruahnya untuk menjaga kekompakan dan kesehatan. Apalagi mendatang “rakyat” tak berdosa sampai menimbulkan korbang jiwa karena tidak sesuai aturan permainan tarik tambang yang dilakukan di atas jalan aspal dan peserta jatuh dan kepala peserta tarik tambang terbentur di benda keras dan terjadi pendarahan di kepala itu. Artinya “pemimpin kita” telah “mengorbankan rakyatnya” untuk labeling ambisi politik untuk berkuasa.
Jatuhnya korban jiwa yang tak berdosa untuk kepentingaan sesaat dan tidak memperhatikan aturan main dalam permainan tarik tambang, maka sewajarnya secara moral dan hukum perlu diusut siapa sosok yang paling bertanggung jawab? Jangan sampai terjadi pemimpin yang merasa dirinya yang punya hajatan cuci tangan atas nama takdir dari Allah Swt.
Yang perlu dicermati dari pihak kepolisian, jangan hanya mempersoalkan ada izin atau tidak. Yang lebih penting lagi, seorang pengacara kondang di daerah ini, sebut saja pengacara Tadjuddin Rachman, melihatnya dari perspektif hukum, beliau memberi testimoni hukum jatuhnya korban jiwa pada acara tarik tambang.
“Maka penyelenggaraan yang tidak mempertimbangkan aspek keamanan acara tarik tambang dapat dijerat dengan tuduhan kelalaian atau kealpaan yang menyebabkan hilangnya nyawa orang lain. Ini disebut dolus eventualis atau kesengajaan sebagai kemungkinan, sebab sebelumnya”.
Adanya dasar hukum yang disampaikan oleh pengacara kawakan itu, sudah sepantasnya, pihak kepolisian melakukan investigasi dan penyelidikan hilangnya nyawa seseorang akibat kelalailaan dan kesengajaan. Kita tidak perlu menunggu laporan dari pihak masyarakat atau keluarga korban karena kejadian tersebut menghilangkan nyawa orang lain. Mesti proaktif untuk melakukan penyelidikan terjadi kelalaian atau kelapaan yang menyebabkan hilangnya nyawa tak berdosa. Maka jika itu terbukti, sepantasnya penegakan hukum perlu ditegakkan siapapun pemimpin itu tanpa melihat latar belakang dan status sosial pemimpin tersebut. (*)