English English Indonesian Indonesian
oleh

Membangun Ekosistem Ekonomi Digital di Sulsel

OLEH: Andi Nur Bau Massepe, Dosen Fakultas Ekonomi dan Bisnis Unhas

Tahun 2022 yang sebentar lagi berakhir, tentu kita butuh suatu pemikiran baru dalam menata ulang aktivitas perekonomian di daerah ini. Tantangan di tahun depan harus dihadapi dengan optimism dan harapan baru. Penguatan ekonomi digitalmenjadi salah satu harapan baru.

 Dalam webinar yang dilaksanakan Bank Indonesia yang bertema Indonesia digital Economy ecosystem: Toward Thriving economy through inclusivity pertengahan tahun 2022 yang dilaksanakan oleh Bank Indonesia dalam rangka G20, ada hal yang menarik untuk di diskusikan dan menjadi bahan tulisan untuk dijadikan pertimbangan kebijakan pemerintah daerah dalam menata perekonomian daerah ini, manakala penulis menjadi salah satu panelis.

Isu utama dalam diskusi tersebut adalah kesejangan digital (digital divide) yang lebar antara Indonesia bagian barat dan bagian timur. Ukurannya antara lain ketersediaan akses internet, kecepatan internet, minimnya infrastruktur telekomunikasi, rendahnya kemampuan memanfaatkan IT, tingkat adopsi rendah, keahlian digital serta penyediaan konten. Kesenjangan geographic di Indonesia sangat mencolok terutama di Indonesia  paling timur, masih sangat jauh tertinggal dengan di Jakarta dan pulau Jawa dalam hal literasi digital.

Ekosistem diambil dari istilah biologi yang kurang lebih artinya sebuah lingkungan ekologi yang terbentuk dari hubungan timbal balik antara makhluk hidup dengan lingkungan sekitarnya yang saling berpengaruh.

Ibarat ekosistem lingkungan ekonomi digital mirip seperti hal tersebut, akan hidup lingkungan digital bila antara komponen, unsur-unsur, pelaku dalam lingkungan ini saling terhubung dan terjadi hubungan timbal balik yang saling menguntungkan agar kelangsungan hidup dapat terpelihara dan semakin berkembang.

Menurut penulis, pemerintah daerah sudah harus memiliki kerangka yang jelas (semacam roadmap) dalam membangun ekosistem ekonomi digital mengintegrasikan aspek infrastruktur tik (teknologi internet dan komunikasi), sistem pemerintah berbasis it (e-government), keamanan cyber (cyber security), efisiensi logistik dan supply chain, pendanaan (capital), perlindungan konsumen dan data pribadi, keahlian digital & sdm, regulasi, dan perpajakan.

Infrastruktur IT di Sulawesi Selatan masih terbelakang, hanya Kota Makassar yang memiliki ketersediaan akses yang lebih baik, makin ke desa makin lemah dan tidak ada akses internet sama sekali. Ini akan memperparah kesenjangan aktivitas ekonomi digital antara kota dan desa. Pembelanjaan pembangun infrastruktur TIK mutlak harus dilakukan selain pembangunan jembatan, jalan atau gedung perkantoran. Menyediakan akses internet untuk publik, mendorong pembangunan BTS (Base Transceiver Station) di daerah terpencil dengan bekerja sama dengan Telkom Indonesia dan Bakti.

Pelaksanaan E-Government mutlak, pimpinan (gubernur/bupati) yang harus menjadi garda terdepan. Berbagai studi selain dimensi keuangan, proses, SDM, teknologi, dan budaya, peran pemimpin dalam bentuk dukungan dan komitmen menjadi faktor suksesnya implementasi e-goerment. Penyusnan RKA (rencana kerja dan anggaran) sudah seharusnya tidak lagi didominasi belanja kertas, dan ATK tetapi diarahkan ke penyewaan server, cloud computing, dan lisensi software serta pelatihan keahlian digital. Pemda harus mendukung inisiasi untuk menggalakkan ekonomi hijau dan ramah lingkungan.

Keamanan cyber harus diperkuat. Tidak boleh lagi ada pencurian data pemerintahan dan data base kependudukan seperti kasus BPJS. Melakukan secara berkala audit system keamanan TI  di pemerintahan dan harus menjadi bagian SOP pemerintahan.

Paradigma Implementasi e-government saat ini berbasis proyek, setelah ganti pejabat/bupati, maka ganti proyek/platform dan vendor lagi. Rahasia umum ini menjadi lahan baru untuk korupsi. Tentu ini buang waktu, anggaran dan tenaga sehingga perlu di atur ulang dalam regulasi.

Perlindungan konsumen data pribadi mutlak diterapkan dalam level pelayanan publik dan swasta. Walaupun Undang-Undang Perlidungan data pribadi dan konsumen belum efektif diimplementasikan dan harus diperkuat di level daerah. Langkah kongkret misalnya larangan kegiatan pengumpulan data fotokopi KTP, secara massif dalam hal dukungan calon legislatif.

Regulasi perpajakan dari transaksi digital perlu dibuat. Pajak dari transaksi digital akan menjadi sumber-sumber pendapatan baru, namun haruslah hati-hati agar tidak serta merta menjadi mematikan bisnis ekonomi digital ini. Akhirnya, ekonomi digital akan menjadi harapan baru dalam mengatasi kemiskinan dan menjadi pendorong geliat perekonomian di daerah. (*)

News Feed