English English Indonesian Indonesian
oleh

Kebebasan Mimbar Akademis di RKUHP

Menjelang pengesahan Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP) — protes dan kritikan masih saja disampaikan berbagai pihak. Berbagai pihak tetap mendalami draft terakhir revisi KUHP. Berbagai bagian dan terus dikritik dan dicemaskan substansinya. Berbagai pihak mempersoalkan masih adanya bunyi pasal yang bisa menjadi multitafsir dan bisa ‘digunakan’ salah oleh berbagai kalangan di masa datang.

Sabtu akhir pekan kemarin dalam jumpa persnya — Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI) salah satu pasal yang dikuatirkan bisa menjadi multitafsir nantinya. Pasal yang mereka soroti adalah pasal mengenai ‘paham terlarang’ di draf Revisi Undang-Undang KUHP. Menurut YLBHI, pasal itu bersifat multitafsir dan bisa digunakan untuk membungkam suara kritis sebagaimana pernah terjadi di era Orde Baru. Menurut Ketua YLBHI Muhammad Isnur, “Pasal ini sangat karet. Bahaya sekali.” Pasal 188 RKUHP ayat 1 berbunyi “Setiap Orang yang menyebarkan atau mengembangkan ajaran komunisme/marxisme-leninisme atau paham lain yang bertentangan dengan Pancasila Di Muka Umum dengan lisan atau tulisan termasuk menyebarkan atau mengembangkan melalui media tik apa pun, dipidana dengan pidana penjara paling lama 4 (empat) tahun.”

Bagi YLBHI frasa pasal tersebut di atas sangat karet dan bisa ditafsirkan sesuka hati. Salah-salah, pasal tersebut bisa digunakan penguasa, hakim, atau jaksa untuk menjerat pihak yang tidak disukai. Isnur menyatakan, “Istilah ‘paham-paham lain yang bertentangan dengan Pancasila’ ini mengingatkan kita dengan kewajiban ‘asas tunggal Pancasila’ di masa Orde Baru. Saat itu, siapa yang tidak patuh dengan asas tunggal Pancasila maka akan diberangus.”

**
Kita harus sama menghargai — bahwa pemerintah telah merespon dengan baik tudingan bahwa pasal 188 RKUHP bersifat multitafsir dan bisa digunakan untuk membungkam suara kritis seperti di era Orde Baru. Jurubicara Tim Sosialisasi RKUHP Albert Aries menegaskan bahwa tudingan itu tidak benar. Ia menyatakan bahwa pasal penyebaran paham anti-Pancasila wujud nasionalisme.

Dalam RKUHP — Albert menegaskan hal yang dianggap multitafsir juga sudah diberikan penjelasan pasal secara jelas, agar norma yang dimaksud tidak mengandung multitafsir dan tidak menjadi pasal karet. Bahkan ditegaskan juga bahwa yang dimaksud dengan ‘menyebarkan atau mengembangkan’ adalah mengajak orang lain menganut paham komunisme atau marxisme/leninisme atau paham lain yang bertentangan dengan Pancasila dan menjadikannya sebagai gerakan kelompok yang bertujuan menentang nilai Pancasila.

Kemudian, yang dimaksud dengan “paham lain yang bertentangan dengan Pancasila” adalah paham ideologi politik yang termanifestasi dalam bentuk gerakan politik menentang Pancasila. Dijelaskan frasa tersebut diatur untuk menjangkau segala paham yang bertentangan dengan Pancasila.

**
Terlepas dari masih banyaknya kritikan dan masukan kepada Tim Pemerintah dan DPR terkait RKUHP, tentu tidak lepas dari keinginan menghadirkan KUHP yang paripurna dan makin memberi kepastian hukum yang adil bagi siapa saja. Kita juga berharap — pada kait dengan kebebasan berpikir dan berpendeapat, RKUHP hendaknya menjadi manifestasi dari amanat konstitusi dan UUD 1945, sepanjang ekspresinya tidak untuk menyebarkan atau mengembangkan paham yang bertujuan mengganti atau mengubah Pancasila. Hal itu sesuai dengan Pasal 28J ayat 2 UUD 1945.

Hal lain yang harus kita sambut gembira adalah — bahwa ada penegasan terkait kebebasan akademis yang dijamin oleh KUHP nantinya. Setidaknya sebagaimana yang ditegskan dalam ayat 6 Pasal 188 RKUHP — “Tidak dipidana orang yang melakukan kajian terhadap ajaran komunisme/marxisme-leninisme atau paham lain yang bertentangan dengan Pancasila untuk kepentingan ilmu pengetahuan.”

Tentu saja – ini juga harus berlaku untuk membicarakan hal lain sepanjang ia untuk kepentingan ilmu pengetahuan.*

News Feed