Istilah pelakor (perebut laki orang) dan pebinor (perebut bini orang) dilekatkan pada perselingkuhan. Baik pelakor maupun pebinor sama-sama memiliki pasangan sah dan melakukan perselingkuhan dengan pasangan orang lain (suami atau istri orang). Dua istilah ini digunakan untuk menghina perempuan atau laki-laki yang merebut pasangan orang lain. Istilah pelakor ini digunakan untuk menghina perempuan/laki-laki tersebut untuk perbuatan yang telah dilakukannya, sehingga memang berkesan menghakimi dibandingkan dengan istilah wanita idaman lain (WIL) atau pria idaman lain (PIL) yang populer sebelum istilah pelakor dan pebinor muncul.
Kedua istilah ini relatif baru populer beberapa tahun terakhir, namun praktek yang tercakup dalam kedua istilah tersebut bukanlah hal baru, Sejak dulu praktek perebutan atau perselingkuhan ini telah terjadi, dan semakin populer dengan kedahsyatan media sosial dalam menyebarkan dan memulerkannya, termasuk kasus-kasus selebriti.
Di kalangan selebriti, Mayangsari dan Krisdayanti adalah “teman seperjuangan” karena mereka memiliki pengalaman “berjuang” untuk merebut suami orang dan berhasil. Jika Mayangsari berhasil merebut Halimah dari Bambang Trihatmojo, maka Krisdayanti berhasil merebut Raul Lemos dari Sechan Sagran. Mayangsari bahkan mengeluarkan kiat-kiat mempertahankan suami karena berdasarkan pengalamannya, ia mengetahui betul bagaimana kiat-kiat sukses menjadi pelakor. Mayang dan Krisdayanti adalah “pejuang-pejuang” yang semakin memomulerkan istilah pelakor. Netizen bahkan menyarankan agar mereka dapat membentuk “squad pelakor” dengan mencakupkan Mulan Jameela perebut Dani Ahmad dari Maya Estianti dan Jennifer Dunn perebut Faisal Harris dari Sarita. Mereka adalah legenda dalam dunia pelakor. Mereka akan selalu dikenang!
Namun demikian, istilah pebinor kalah populer dari istilah pelakor. Ini karena perselingkuhan yang dilakukan oleh laki-laki secara sosial lebih dianggap sebagai sesuatu yang “biasa”, sementara perselingkuhan yang dilakukan oleh perempuan dianggap sesuatu yang luar biasa. Pengidentikan ini juga nampak dalam video-video yang viral terkait dengan perebutan pasangan yang lebih identik dengan pelakor daripada pebinor.
Video-video yang viral tersebut tidak saja berkaitan dengan bagaimana pelakor merendahkan dirinya dengan merebut pasangan orang lain dengan berbagai cara, tapi juga bagaimana pelakor menunjukkan “keganasannya” terhadap perempuan yang direbut pasangannya dengan merendahkan perempuan tersebut. Misalnya, pelakor menganggap dirinya lebih baik dari perempuan yang direbut suaminya karena ia berhasil membuat suaminya berpaling padanya. Tapi tidak ada pelakor yang lebih baik dari pasangan yang sah dan perempuan yang baik tidak merebut kebahagiaan orang lain. Perempuan yang terhormat tidak akan merendahkan dirinya dengan merebut suami perempuan lain. Perempuan pelakor justru adalah perempuan yang gagal menghargai dirinya sendiri karena “menyerahkan dirinya” pada laki-laki yang jelas tidak setia pada pasangannya, sehingga ia berpotensi menjadi “the next” dan merasakan hal yang sama. Karma!
Perdebatan terkait juga tak kalah seru. Misalnya, ada yang secara tegas menyalahkan pelakor sebagai orang yang paling bertanggungjawab atas perselingkuhan itu; ada yang “bermain aman” (tidak menyalahkan, tapi juga tidak membela); namun, ada juga yang justru menganggap perebutan itu terjadi karena ada pihak yang merebut dan mau “direbut”. Perselingkuhan tidak akan terjadi jika hanya seorang diri karena perselingkuhan membutuhkan paling sedikit dua orang, kalau sendiri namanya masturbasi. (*)