FAJAR, MAKASSAR— Yayasan Paulus Makassar terus menguatkan Proyek Penguatan Profil Pelajar Pancasila Berbasis Nilai Inti (P5BNI). Salah satunya dari SMA Katolik Cenderawasih lewat kegiatan Festival Kearifan Lokal, Sabtu, 26 November 2022.
Kegiatan tersebut bagian dari penerapan
kurikulum merdeka. Kurikulum ini merupakan kegiatan kokurikuler berbasis proyek yang dirancang untuk menguatkan upaya pencapaian kompetensi dan karakter sesuai dengan profil pelajar Pancasila.
Koordinator Proyek Penguatan Profil Pelajar Pancasila Berbasis Nilai Inti (P5BNI), Maria Immaculada mengatakan, Festival Kearifan Lokal merupakan bagian dari Kurikulum Merdeka. Ada 109 siswa yang terlibat dalam festival ini dan dibagi menjadi 15 kelompok.
Pembagian kelompoknya, yaitu ada yang mengembangkan kearifan lokal jenis makanan dan minuman khas Sulsel. Lalu kelompok drama lokal, kelompok yang menampilkan tarian tradisional, dan kelompok yang membuat miniatur kapal phinisi dan rumah tongkonan.
” Kegiatan ini tentunya akan membuat siswa semakin kreatif dan semakin mengerti nilai-nilai kearifan lokal yang ada di Indonesia khususnya di Sulaweai Selatan. Kegiatan ini juga akan bermanfaat bagi masa depan mereka, mungkin bisa di lihat dari kegiatan ini ada siswa yang bisa membuat jalangkote, pisang ijo, kopi, coto, ini suatu kebanggaan bagi kami, karena ternyata mereka tidak saja aktif dengan bermain gadget tetapi membuat makanan juga” ucapnya.
Maria juga menjelaskan bahwa kegiatan ini merupakan kegiatan perdana dan berkat kolaborasi yang baik antara guru dan siswa serta orang tua. Persiapan hanya dua bulan, tetapi acara ini bisa berlangsung dengan sangat meriah.
Kepala Sekolah SMA Katolik Cenderawasih Fr Dionisius Kayus Abi, mengutarakan SMA Katolik Cenderawasih adalah salah satu sekolah yang mendukung program penerapan kurikulum merdeka, karena berbasis nilai inti yang sama dengan Visi dan Misi Yayasan Paulus Makassar, yaitu Unggul, Kreatif, Kasih, dan Misioner.
“Penerapan P5 ini adalah solusi dari pemerintah untuk sekolah bagaimana membuat anak-anak kembali belajar dengan sistem belajar yang lebih menarik, karena tidak dipungkiri sejak pandemi sistem pembelajaran berubah total, harus dilakukan penyesuaian, di mana penyesuaian yang dilakukan tidak hanya dari tenaga pendidik tetapi para siswa juga, yang selama ini pembelajaran tatap muka, tetapi saat pandemi berubah menjadi online. Sehingga harus memaksa para tenaga pendidik cakap tidak hanya dalam menggunakan teknologi untuk proses mengajar tetapi bagaimana interaksi bisa tetap terjalin sama sepeti saat tatap muka,”terangnya.
Tim Peduli Pendidikan Keuskupan Agung Makassar, Rivan Tandiari, yang turut hadir dalam kegiatan ini memberikan apresiasi kepada panitia pelaksana dan semua yang telah terlibat dalam kegiatan ini, sehingga kegiatan bisa berlangsung dengan baik, apalagi persiapannya hanya dua bulan. Semoga kegiatan selanjutnya akan semakin baik, pengembangan kearifan lokal juga semakin beragam sehingga anak didik bisa semakin mencintai serta mengembangkan budaya dan kearifan lokal yang ada di Sulawesi Selatan dalam kehidupan sehari-hari.
“Kegiatan seperti ini sangat baik, selain mengajarkan kebersamaan juga mengembangkan skill dan kreativitas, pastinya akan menjadi modal di masa depan bagi siswa. Semoga kegiatan ini menjadi agenda tahunan dan pengembangan kearifan lokal bisa semakin luas seperti menambah dari sisi olahraga, contohnya Pa’raga yang menjadi cikal bakal sepak takraw, ini olahraga yang sering dimainkan di kampung dan berkembang menjadi olahraga nasional”, bebernya
Kepala Perwakilan Yayasan Paulus Makassar, Pastor Ardyanto Allolayuk, menjelaskan Projek Penguatan Profil Pelajar Pancasila Berbasis Nilai Inti (P5BNI) berkorelasi dengan Visi dan Misi Yayasan Paulus Makassar yaitu Unggul, Kreatif, Kasih dan Misioner, yang mana ketika anak didik telah selesai dan meninggalkan sekolah ini, nilai-nilai itu terus tertanam dalam diri setiap siswa.
“Yayasan Paulus Makassar selalu mendukung kegiatan positif yang bisa mengembangkan kreativitas dan pembentukan karakter, selain dalam bentuk moral, materi juga. Menjadikan orang pintar lebih mudah dibanding membuat orang mempunyai karakter,” tutupnya. (sal)