English English Indonesian Indonesian
oleh

Guru

Guru adalah manusia juga seperti kita. Sebagai manusia, guru juga tidur di malam hari dan bangun di pagi hari. Guru juga makan-minum. Dia bisa merasa lapar. Bisa juga kenyang. Guru, seperti manusia lainnya, punya perasaan, punya pikiran. Guru bisa sedih, bisa juga gembira. Bisa merasa tersinggung, bisa juga tersanjung. Adakah yang berbeda tentang guru dari manusia lainnya. Iwan Fals dalam salah satu lagunya, “Oemar Bakrie”, melantunkan lirik:

“Tas hitam dari kulit buaya – Selamat pagi – Berkata bapak Umar Bakri – Ini hari aku rasa kopi nikmat sekali – Tas hitam dari kulit buaya – Mari kita pergi memberi pelajaran ilmu pasti – Itu murid bengalmu mungkin sudah menunggu – Laju sepeda kumbang di jalan berlubang – Selalu begitu dari dulu waktu jaman Jepang – Terkejut dia waktu mau masuk pintu gerbang – Banyak polisi bawa senjata berwajah garang – Bapak Umar Bakri kaget apa gerangan? “Berkelahi pak!” jawab murid seperti jagoan – Bapak Oemar Bakrie takut bukan kepalang – Itu sepeda butut dikebut lalu cabut kalang kabut – Cepat pulang Busyet Standing dan terbang, Oemar Bakrie Oemar Bakrie – Pegawai negeri – Empat puluh tahun mengabdi – Jadi guru jujur berbakti memang makan hati – Oemar Bakri Oemar Bakrie Banyak ciptakan menteri – Profesor dokter insinyurpun jadi – Tapi mengapa gaji guru Oemar Bakrie Seperti dikebiri Yi-hi-hi Wu -hu… Itu sepeda butut dikebut lalu cabut kalang kabut Oemar Bakrie kentut. Empat puluh tahun mengabdi Jadi guru  Bikin otak orang seperti otak Habibie Tapi mengapa gaji guru Oemar Bakrie Seperti dikebiri Ih yu-uu Bakrie Bakrie Kasihan amat loe jadi orang Gawat!

Dari lirik lagu Iwan Fals bisa dilihat beda guru dari manusia lainnya, bukan. Hari Guru Nasional 25 November. Sedang Hari Guru Sedunia pada 5 Oktober. Pada Hari Guru Sedunia, Direktur Jenderal UNESCO, Audrey Azoulay, berkata:

“Hari ini, pada Hari Guru Sedunia, kami merayakan peran penting guru dalam mengubah potensi peserta didik dengan memastikan mereka memiliki alat yang mereka butuhkan untuk bertanggung jawab atas diri mereka sendiri, untuk orang lain, dan untuk bumi ini!”.

Seorang santri kelas Tsanawiyah, dalam latihan berpidato di pesantrennya, meneteskan air matanya, mengingat Pak Bargas, guru matematikanya di SD dulu. Si santri mengulang-ulang kebaikan Pak Bargas, si guru matematika itu. Apakah Pak Bargas serupa dengan Oemar Bakrie, gajinya, nasibnya? Suatu ketika si santri itu meraih gelar doktor dan profesor, mungkin Pak Bargas sudah tiada. Guru memang adalah “pahlawan tanpa tanda jasa”. Tanda jasa guru tampak pada banyak sekali orang sukses yang pernah dibimbingnya.

Kalau dahulu murid mengadu ke orang tua karena kena hukuman/sanksi di sekolah, orang tua justru mendukung guru. Sekarang, tak jarang orang tua datang ke sekolah untuk memprotes dan memarahi guru itu. Lain dulu, lain sekarang. Tapi, sejak dulu sampai sekarang, nasib guru tidak jauh beda. Namun, satu hal yang abadi pada guru. Selalu ada guru yang mendidik peserta didik dengan pengabdian yang tulus dan luhur.

“Bekerjalah kamu, maka Allah dan Rasul-Nya serta orang-orang mukmin akan melihat pekerjaanmu itu, dan kamu akan dikembalikan kepada (Allah) Yang Mengetahui akan yang ghaib dan yang nyata, lalu diberitakan-Nya kepada kamu apa yang telah kamu kerjakan,” (Alquran). (*)

News Feed