English English Indonesian Indonesian
oleh

Kebebasan Pers

Majalah Tempo edisi terbaru yang beredar Minggu kemarin — ikut menyorot RKHUP yang akan disahkan bulan Desember ini. Salah satu kolom ditulis Herlambang Wiratraman dari Universitas Gajah Mada. Ia menyoroti bahwa RKHUP versi terakhir masih mengancam kebebasan pers. Sebelumnya 19 Agustus 2022 – Herlambang bersama Aliansi Jurnalis Independen (AJI) mengidentifikasi ada 19 pasal dalam Rancangan Undang-undang KUHP yang mengancam secara langsung kebebasan pers di Indonesia.

Antara lain yang mereka soroti adalah Pasal 218, Pasal 219 dan Pasal 220 yang mengatur tindak pidana penyerangan kehormatan atau harkat dan martabat Presiden dan Wakil Presiden. Pasal 240 dan Pasal 241 yang mengatur tindak pidana penghinaan terhadap Pemerintah. Pasal 263 yang mengatur tindak pidana penyiaran atau penyebarluasan berita atau pemberitahuan bohong. Pasal 264 yang mengatur tindak pindana kepada setiap orang yang menyiarkan berita yang tidak pasti, berlebih-lebihan, atau yang tidak lengkap. Pasal 351 dan Pasal 352 yang mengatur tentang penghinaan terhadap kekuasaan Umum dan Lembaga Negara. Pasal 440 yang mengatur tindak pidana penghinaan ringan. Pasal 437 mengatur tindak pidana pencemaran. Pasal 443 mengatur tindak pidana pencemaran orang mati. Pasal 598 dan Pasal 599 mengatur tindak pidana penerbitan dan pencetakan.

Dalam kolomnya di Majalah Tempo — Herlambang menyatakan hanya satu pasal sesuai harapan Tim AJI yang diakomodir Tim RKHUP: yakni Pasal 280 yang mengatur tentang gangguan dan penyesatan proses peradilan.

***

Apa benar RKHUP telah mengancam kebebasan pers? Sesungguhnya Tim Pemerintah telah menjadikan rujukan Putusan MA No.1608/K/Pid/2005 tanggal 9 Februari 2006 sebagai rujukan dalam menanggapi usulan reformulasi Pasal 473 ayat (3), Pasal 443 ayat (5) dan Pasal 440 ayat (2) dari Dewan Pers. Putusan MA No.1608/K/Pid/2005 tanggal 9 Februari 2006 itu antara lain berbunyi bahwa Aturan Pers haruslah lebih diprioritaskan dibanding aturan lainnya termasuk KUHP.

Sebelumnya Dewan Pers telah mengajukan usulan reformulasi Pasal 473 ayat (3), Pasal 443 ayat (5) dan Pasal 440 ayat (2) RKUHP yaitu mengatur “tugas jurnalistik sebagai salah satu pengecualian atau alasan penghapusan pidana khusus dari Tindak Pidana Penghinaan (Pencemaran), Pencemaran Orang Mati dan Penghinaan Ringan (bersama ‘kepentingan umum atau karena terpaksa membela diri’)  untuk diakomodasi dalam penjelasan.

Kita berharap kegelisahan Herlambang hanyalah karena belum ‘clear’nya masalah perlindungan kebebasan pers ini di KHUP. Seharusnya KUHP nantinya tetap akan diberlakukan sebagai UU yang bersifat umum sedangkan UU Pers bersifat khusus (lex specialist). Artinya UU Pokok pers tetap dijadikan acuan. Ketentuan terkait tugas-tugas jurnalistik dalam KUHP sebetulnya dalam konteks penegasan UU Pokok Pers. Jadi, ketentuan dalam UU Pokok Pers seyogianya untuk melindungi dan mengawal hak-hak kebebasan pers yang diatur dalam KUHP sebagaimana dijamin konstitusi. Lex Specialis Derogate Legi Generalis. Hukum yang bersifat khusus menyampingkan hukum yang bersifat umum.

**

Pada 4 Maret 1789 — Konstitusi Amerika Serikat disahkan. Dua tahunan kemudian — dirasakan ada sesuatu yang mengganggu karena konstitusi ini belum secara tegas memberikan jaminan ‘kebebasan’. Maka pada tamggal 15 Desember 1791 — lahirlah amandemen pertama dari konstitusi Amerika yang kita kenal sebagai The First Amandemen. “Congress shall make no law respecting an establishment of religion, or prohibiting the free exercise thereof; or abridging the freedom of speech, or of the press; or the right of the people peaceably to assemble, and to petition the Government for a redress of grievances.” Salah satu yang amat dijaga adalah ‘Kebebasan Pers’. ***

News Feed