English English Indonesian Indonesian
oleh

al-Hirs

Menurut Riwayat dari Imam Abi Daud dalam Sunannya, usai Nabi Nuh As membuat perahunya, dia memerintahkan seluruh makhluk naik berpasang-pasangan ke dalam perahunya. Tiba-tiba beliau melihat seorang tua yang tak dikenal. Orang tua itu tidak memiliki pasangan. Nabi Nuh As bertanya, “Untuk apa kamu masuk kemari?” Orang itu menjawab, “Aku masuk kemari untuk memengaruhi sahabat-sahabatmu supaya hati mereka bersamaku, sementara tubuh mereka bersamamu.” Orang tua itu rupanya Iblis Laknatullah. Lalu Nabi Nuh  berkata, “Keluarlah kamu dari sini, hai musuh Allah! Kamu terkutuk!.” Karena ketahuan, sebelum meninggalkan kapal, Iblis berkata kepada Nabi Nuh, “Ada lima hal yang dengan kelimanya aku membinasakan manusia. Akan kuberitahukan yang tiga, dan kusembunyikan yang dua.” Allah mewahyukan kepada Nabi Nuh: “Katakan, Aku tidak membutuhkan yang tiga. Aku membutuhkan yang dua.” Maka Nuh bertanya, “Apa yang dua itu?” Iblis menjawab, “Dua hal yang membinasakan manusia itu adalah keinginan yang berlebihan dan kedengkian. Karena kedengkian inilah, aku dilaknat sehingga menjadi terkutuk. Karena keinginan yarng berlebihan pula, Adam dan Hawa tergoda untuk menuruti keinginannya.”

Secara normal, manusia memiliki banyak keinginan. Rasa ingin sesuatu adalah wajar dan normal, selama kita masih bisa memenuhinya. Namun, jika keinginan itu sudah berlebih, tidak hanya menganggu pikiran, juga bisa merusak jiwa. Itulah yang disebut obsesi. Secara pengertian, obsesi adalah ide atau perasaan yang sangat merasuki pikiran. Obsesi yang berlebihan akan menyebabkan sesuatu yang tidak diinginkan terjadi. Ketika obsesi mulai memaksa kita untuk mengalihkan semua energi terfokus pada  keinginan, saat itulah obsesi mulai menjadi tidak sehat. Keinginan yang merasuki jiwa akan memaksa kita untuk terus memikirkannya. Lambat laun pikiran akan terganggu, jiwa akan melemah. Obsesi yang berlebihan juga dapat melahirkan ketidakpastian sehingga menyebabkan perasaan tertekan dan gelisah. Jika dibiarkan, cemas yang berlanjutan menjadi distress hingga depresi yang bisa menghampiri pikiran di otak.

Ketika al-hirs menghampiri dalam hidup, nilai syukur akan terkikis menjadi serakah. Tengoklah orang-orang yang melakukan korupsi, mereka rata-rata bukanlah orang miskin, kurang jabatan dan status sosial rendah. Mereka adalah orang berlebih, berlebih jabatan, berlebih harta, berlebih staus sosial, tetapi toh mereka masih merasa kurang. Maka korupsi dilakukan bukan karena kekurangan, tetapi ingin memenuhi keinginan yang berlebihan. Yang mereka isi, bukanlah kantong yang tidak cukup, tetapi mengisi hati karena masih merasa kurang harta. Padahal memenuhi keinginan hati, sama kita menyelami lautan yang tidak bertepi dan dalamnya tidak bisa diukur. Semakin diisi semua keinginan kita, semakin kurang yang kita dapat. Jika standar hidup ingin memenuhi semua keinginan, maka stres dan depresilah yang menemani kita.

Untuk menghindari keinginan berlebih, Islam mengajarkan konsep hidup qana’ah dengan hiasan syukur terhadap apa yang diberikan Allah dalam hidup. Qana’ah adalah sikap rela menerima dan merasa cukup atas hasil yang diusahakannya serta menjauhkan diri dari dari rasa tidak puas dan perasaan kurang. Orang yang memiliki sifat qana’ah memiliki pendirian bahwa apa yang diperoleh atau yang ada didirinya adalah kehendak Allah.  “Dan (ingatlah juga) tatkala Tuhan kalian memaklumatkan. Sesungguh­nya jika kalian bersyukur (atas nikmat-Ku), pasti kami akan menambah (nikmat) kepada kalian; dan jika kalian mengingkari (nikmat-Ku), maka sesungguhnya azab-Ku sangatlah pedih.” (QS. Ibrahim, 7). Wallahu a’lam

News Feed