English English Indonesian Indonesian
oleh

Shadow Organization

Istilah tim bayangan (shadow organization) mendadak populer setelah dalam forum PBB yang bertema “Transforming Education Summit” (TES) di Markas PBB, New York (16, 17, and 19 September 2022), Mendikbud-Ristek Nadiem Makarim mengungkapkan tentang transformasi pendidikan melalui konsep Merdeka Belajar yang didukung oleh Tim Bayangan yang konon membantu Kemendikbudristek untuk mendesain kebijakan pendidikan.

Ajang ini merupakan sebuah inisiatif untuk mendorong aksi bersama dalam mencari solusi terhadap tantangan pendidikan yang ada melalui transformasi pendidikan. Di ajang ini Mas Menteri mendapatkan tepuk tangan meriah atas terobosan yang dilakukannya. Namun, di Indonesia sendiri, jangankan mendapatkan tepuk tangan, Mas Menteri justru menuai kritik di media massa (daring maupun luring), bukan karena kehadirannya di sana, tapi karena pernyataannya terkait dengan eksistensi Tim Bayangan yang tak tanggung-tanggung berjumlah  400 orang. Dalam Rapat Kerja Komisi X DPR-RI, anggota DPR  “menyemprot” keras Mas Menteri dengan Tim Bayangan yang dianggap hanya mengacaukan anggaran APBN.

Jika merujuk pada Peraturan Presiden (PP) No. 62 Tahun 2021 tentang Kemendikbud-Ristek, maka seorang menteri dalam menjalankan tugasnya dibantu oleh minimal seorang sekjen, 5 dirjen, 1 irjen, 2 badan, dan 5 staf ahli. Jika PP ini telah membatasi pembantu menteri, maka eksistensi 400 orang Tim Bayangan ini justru melanggar PP tersebut.  Bisa jadi tugas mereka tumpang-tindih dengan tupoksi jajaran mentri yang telah ada, apalagi jika mereka diberikan otoritas untuk membuat kebijakan dan mengambil keputusan. Bagaimana dengan jajaran menteri yang ada, yang berkarir di kementrian? Eksklusifkah kebijakan Mendikbud-Ristek terkait dengan eksistensi Tim Bayangan ini? I don’t think so.

Di berbagai Pilkada, bukan suatu hal yang “aneh” jika pemenang pertarungan membawa Tim Hore-nya masuk dalam pemerintahan. Misalnya, sang pemenang pernah berkuasa di suatu kabupaten, maka ketika ia bertarung di tingkat provinsi dan menjadi pemenang, maka ia akan membawa Tim Hore-nya ke tingkat provinsi. Jika ia pernah berkuasa di tingkat provinsi, dan bertarung di tingkat nasional dan menjadi pemenang, maka ia akan membawa Tim Hore-nya ke tingkat nasional. Sang pemenang harus bertanggungjawab terhadap Tim Hore-nya.  Ini tidak saja merusak atmosfir di pemerintahan, tapi juga merusak karir orang-orang yang telah terlebih dahulu berkarir di tempat tersebut. Hal demikian juga terjadi di luar Pilkada, ketika seseorang terpilih untuk menduduki jabatan publik, maka ada followers yang mengikutinya dan mereka datang bukan tanpa kepentingan.

Tim Hore, followers atau apapun namanya ini dianalogikan sebagai Tim Bayangan dalam konteks Kemendikbud-Ristek ini berpotensi merusak tatanan dalam pemerintahan. Menurut pengamat kebijakan publik, Trubus Rahadiansyah, mereka memiliki kedudukan setara dengan jabatan dirjen dan sarat dengan kepentingan. Tim Bayangan memang ada dimana-mana. Tapi kenapa selalu ada shadow di antara kita? (*)

News Feed