OLEH: Musdalifah, Mahasiswa Teknologi Pendidikan FIP UNM
Kasus kekerasan dalam rumah tangga atau KDRT kembali menjadi perbincangan di tengah khalayak ramai. Terlebih setelah hal ini menimpa seorang selebritis.
Memang mengejutkan karena mereka selalu menampilkan profil keluarga bahagia nan romantis. Terkait kasus KDRT ini memang sudah banyak terjadi, baik itu di kalangan publik figur, rakyat biasa, orang kaya, orang miskin bahkan pejabat.
Persoalan KDRT tersebut tidak hanya karena masalah suami yang tempramental atau istri yang tidak bisa diatur. Melihat persoalan ini harus dengan kacamata yang menjangkau segala sisi. Kasusnya yang sangat banyak menjadi bukti bahwa ini bukanlah permasalahan individu. Sekadar speak up saja tidak cukup karena faktanya sudah banyak yang bersuara dan menyampaikan. Namun, kasus ini bagai jamur di musim hujan. Dilansir dari news.detik.com pada 2021 Komnas Perempuan menerima 2.527 kasus KDRT.
Umumnya kasus KDRT dipicu oleh masalah ekonomi, perselingkuhan atau orang ketiga, ketidakharmonisan keluarga dan visi misi pernikahan yang tidak jelas sejak awal. Tentu ini bukanlah permasalahan yang lahir begitu saja. Bukan pula karena ketimpangan gender yang banyak digemborkan oleh kaum feminis. Sederet permasalahan ini lahir dari penerapan asas sekularisme yang memisahkan agama dari kehidupan.
Memang benar sistem kapitalisme dengan akidah sekularismenya telah melahirkan berbagai persoalan bagi rakyat. Agama hanya diposisikan di tempat ibadah sementara dalam kehidupan sehari-hari manusia menciptakan aturannya sendiri. Begitu pula dalam membangun pernikahan, tidak memiliki landasan sekadar suka atau bahkan hanya coba-coba.
Penerapan Islam Kaffah
Dalam Islam tujuan berumah tangga jelas, yaitu menciptakan keluarga yang sakinah, mawaddah, dan warahmah sehingga akan menghasilkan generasi yang bertakwa kepada Allah. Orientasi hidup adalah akhirat sedangkan kehidupan dunia sebagai tempat untuk memaksimalkan diri mengumpulkan bekal. Islam memiliki aturan sempurna terkait kehidupan berumah tangga lengkap dengan solusi terhadap berbagai masalah.
Persoalan ekonomi yang sering menjadi faktor utama penyebab KDRT hingga berujung perceraian telah diatur dengan sangat baik dalam Islam. Suamilah yang berkewajiban mencari nafkah yang halal bagi keluarganya. Negara memberikan jaminan bagi kaum laki-laki agar memiliki pekerjaan yang layak serta menjamin barang kebutuhan yang dapat dijangkau masyarakat. Beban ekonomi pun tidak seperti saat ini yang sangat membebani masyarakat. Istri sebagai pengatur rumah tangga dan pendidik generasi tidak wajib mencari nafkah maka urusan mencari nafkah tidak boleh dibebankan kepadanya. Kondisi ini mendukung terciptanya hubungan yang sehat dalam keluarga sehingga menghindari terjadinya percekcokan.
Islam menetapkan bahwa kehidupan rumah tangga adalah kehidupan persahabatan. Seorang suami memiliki hak terhadap istrinya, begitu pula seorang istri memiliki hak terhadap suaminya. Sehingga dalam dalam kehidupan berumah tangga, suami dan istri diperintahkan untuk saling memperlakukan dengan baik (ma’ruf).
Pasang surut rumah tangga pasti terjadi, disinilah visi misi pernikahan sangat penting untuk diingatkan kembali. Becermin dari kedua orang tua Shalahuddin Al Ayyubi. Sejak awal jelas bahwa keduanya menginginkan pernikahan yang didalamnya lahir seorang pejuang yang akan membebaskan tanah Al Quds. Kriteria pasangan yang dipilihnya pun yang memiliki visi misi pernikahan yang sama. Keduanya pun layaknya partner yang bekerja sama untuk tujuan yang mulia tersebut.
Tanggung jawab dan kepemimpinan suami atas istri dalam rumah tangga sebagai bentuk pengarahan yang bertujuan untuk membimbing serta mendidik istri dan anaknya. Terkait tindakan fisik, suami tidak boleh semena-mena karena Islam memberikan batasan yang sangat ketat. Suami bahkan berkewajiban menjaga dan melindungi istri dan anaknya dari marabahaya apapun. Ketika terjadi permasalahan/persengketaan yang tidak bisa diselesaikan oleh kedua belah pihak, Islam telah menetapkan mekanisme penyelesaian masalah dalam rumah tangga.
Keduanya harus bersabar terhadap pasangan masing-masing karena bisa jadi terdapat kebaikan pada kekurangan pasangannya. Jika masih tidak membawa ketenteraman, Islam memerintahkan agar ada pihak ketiga (dari keluarga suami istri) yang membantu menyelesaikan. Adapun jika keduanya memang sudah tidak menemukan kecocokan satu dengan lainnya, maka diperbolehkan untuk bercerai.
Individu yang bertakwa, masyarakat yang saling menasihati serta negara bertanggung jawab terhadap urusan rakyatnya adalah pilar penting terjaganya syariat Islam. Negara berperan penting dalam menerapkan hukum syara sebagai landasan berbuat dan bertingkah laku dalam seluruh aspek kehidupan.
Sungguh sempurnanya Islam menjadi solusi persoalan KDRT karena berasal dari Allah Sang Pencipta yang mengetahui segala yang terbaik bagi hamba-hamba-Nya. Penerapan Islam kaffah menjadikan Islam sebagai satu-satunya solusi dalam seluruh masalah umat, tidak hanya sekadar speak up, tetapi menjadikan Islam sebagai pengatur kehidupan. (*)