FAJAR, MAKASSAR-Komunitas Pemerhati Sungai Jeneberang dan Tim Ekspedisi Sungai Nusantara melakukan penelitian kualitas air Sungai Jeneberang di Kelurahan Parangtambung, Kecamatan Tamalate, tepatnya di Dermaga Daeng Tata, Sabtu, 1 Oktober. Lokasi yang dipilih di bawah Jembatan Kembar Kabupaten Gowa dan Sungai Tallo, Kawasan Kerabat Kera-Kera, Hasilnya menunjukkan bahwa sungai Jeneberang telah terkontaminasi Mikroplastik.
“Sungai Jeneberang terlihat kotor dan dipenuhi sampah dan plastik, malah kami menemukan ada WC umum salurannya langsung dibuang ke sungai tanpa diolah,” ujar Koordinator Komunitas Pemerhati Sungai Jeneberang Ahmad Miftah.
Bahkan, kata dia, sampah plastik banyak ditemukan ditepi sungai. “Sedih melihat sungai yang digunakan sebagai bahan baku air minum dijadikan tempat sampah dan buangan Limbah,” ujarnya.
Ia mengungkapkan temuan bahwa kadar Khlorin dan Phospat sungai Jeneberang sudah diatas baku Mutu kualitas air menurut PP 22/2021. Kadar khlorin dan phospat di sungai Jeneberang diatas baku mutu, di jembatan kembar Kota Gowa Khlorinnya 0.09 ppm, padahal baku mutu di PP 22/2021 tidak boleh lebih dari 0.03 ppm pencemaran khlorin ini berasal dari aktivitas pertanian dan limbah cair domestik.
“Jika ingin mengendalikan pencemaran air sungai pemerintah harus membangun instalasi pengolah air limbah domestik,” tutur Chusnul Khatimah, Peneliti Komunitas Pemerhati Sungai Jeneberang.
Dari Tabel di atas diketahui sungai Jeneberang telah terkontaminasi mikroplastik rata-rata 169 Partikel mikroplastik dalam 100 liter air sungai.
“Penelitian Komunitas Pemerhati Sungai Jeneberang menemukan bahwa sungai Jeneberang telah terkontaminasu Mikroplastik dengan rata-rata 169 partikel mikroplastik dalam 100 liter air sungai, sedangkan jenis mikroplastik yang mendominasi adalah jenis fiber atau benang sebesar 74% disusul jenis fragmen atau cuilan plastik sebesar 14% sedangkan jenis filament atau lembaran sebesar 12%,” ungkap Prigi Arisandi yang anggota tim peneliti.
Lebih lanjut peneliti Tim Ekspedisi Sungai Nusantara ini menjelaskan bahwa banyaknya mikroplastik jenis fiber ini menunjukkan pencemaran limbah domestic yang tidak dikelola dan langsung di buang kesungai, salah satu komponen limbah domestic adalah air limbah cucian pakaian.
“Pakaian yang kita pakai saat ini umumnya jenis polyester yang terbuat dari plastik, dalam proses pencucian benag-benang plastik akan rontok dan terbilas dalam air cucian dan mencemari air sungai karena umumnya limbah domestik rumah tangga di Kota Makasar dibuang ke media air tanpa proses pengolahan,” jelasnya.
Prigi Arisandi menjelaskan, mikroplastik adalah serpihan plastik berukuran kurang dari 5 mm yang berasal dari hasil pemecahan dari sampah plastik seperti tas kresek, Styrofoam, botol plastik, sedotan, alat penangkap ikan, popok, dan sampah plastik lainnya yang dibuang di aliran sungai Jeneberang. “Karena paparan sinar matahari dan pengaru fisik pasang surut maka sampah plastik ini akan rapuh dan terpecah menjadi remah-remah kecil,” ujarnya.
Secara umum Tim ESN melihat ada 3 faktor penyebab pencemaran mikroplastik di Sungai Jeneberang.
Minimnya layanan pengangkutan sampah dari rumah-rumah penduduk ke Tempat Pengumpulan sampah sementara. Secara umum kota/kabupaten di Indonesia hanya mampu melayani kurang dari 40% penduduk, sehingga 60% penduduk Indonesia tidak terlayani pengangkutan sampah, mereka umumnya membakar sampah, menimbun dan membuangnya ke sungai, tiap tahun Indonesia membuang 3 juta ton sampah plastik ke laut melalui sungai dan menjadikan Indonesia menjadi penyumbang sampah plastik terbesar kedua setelah China.
Minimnya kesadaran memilah sampah dan membuang sampah pada tempatnya, Indeks kepedulian lingkungan penduduk Indonesia masih rendah yaitu 0,56 dari skala 0-1, rendahnya kepedulian inilah yang menyebabkan penduduk Indonesia membuang sampah seenaknya, termasuk membuang sampah ke sungai, termasuk di Makasar dan Gowa.
Masifnya penggunaan Plastik sekali pakai, plastik sekali pakai seperti tas kresek, sedotan, Styrofoam, popok dan botol plastik masih massif digunakan di Kota Makasar dan Gowa sehingga perlu pengendalian penggunaan plastik sekali pakai. (*/ham)