English English Indonesian Indonesian
oleh

Saling Klaim Elite Partai

FAJAR-Dua partai politik besar di Tanah Air sedang berseteru. Mereka membanding-bandingkan hasil kerja selama berkuasa. Kedua parpol itu adalah PDI Perjuangan dan Partai Demokrat. Dua-duanya pernah berkuasa dan sedang berkuasa. Partai Demokrat menganggap Indonesia lebih baik ketika SBY menjadi presiden. Jauh berbeda ketika Joko Widodo yang kader PDI Perjuangan sebagai Presiden. Tentu PDI-P tak terima, lalu menuding balik kalau faktanya berbeda. Justru di bawah kendali Jokowi-lah Indonesia lebih baik.

Saling klaim dan tudingan bermula di forum Rapimnas Partai Demokrat, Kamis pekan lalu. Bukan karena menyoal hasil Rapimnas partai yang baru saja berulang taun itu, tapi karena pernyataan SBY yang menegaskan sikapnya di depan ribuan kadernya, akan turun gunung karena melihat adanya potensi pemilu berlangsung tidak jujur dan tidak adil. Ketua Majelis Tinggi Partai Demokrat tersebut mengingatkan agar elite partai tidak mematahkan aspirasi masyarakat melalui cara-cara tidak demokratis, dengan hanya mengusung dua pasangan capres-cawapres.

Tentu saja bagi PDI Perjuangan sebagai partai penguasa saat ini, menganggap pernyataan tersebut bernada tudingan kepada partainya. Pasalnya, PDI-P sedang berkuasa sehingga alamat tudingan itu mengarah kepadanya. Potensi penguasa melakukan kecurangan, lebih mungkin. Itulah sebabnya, tudingan balik langsung dialamatkan kepada Partai Demokrat yang berkuasa sepuluh tahun sebelum PDI-P, bahwa puncak kecurangan Pemilu justru terjadi pada 2009 ketika SBY sedang berkuasa untuk kedua kalinya dengan kemenangan besar hingga tiga kali lipat bagi Partai Demokrat.

Publik tahu, dua parpol ini memang tidak pernah menunjukkan perilaku akur. Sudah lama; dua dasawarsa. Dalam pemerintahan pun sulit Bersatu. Ketika Demokrat berkuasa, PDI-P memilih oposisi. Rela tidak turut menikmati kekuasaan selama sepuluh tahun. Begitu pula saat ini, ketika PDI-P sukses mengusung kadernya jadi presiden, Demokrat lebih memilih puasa kekuasaan. Waktunya pun dua periode. Publik tahu, seteru “abadi” ini dipicu oleh kurang baiknya hubungan antara Megawati dan SBY yang merupakan tokoh sentral kedua partai.

Baik Mega maupun SBY, saat ini sedang menggadang-gadang anaknya masing-masing; Puan dan AHY untuk ikut kontestasi Pilpres 2024 mendatang. Bisa dimaklumi bila SBY berkepentingan pencapresan kelak tidak lagi hanya mengusung dua pasangan calon seperti dua Pilpres sebelumnya, agar peluang anaknya bisa lebih besar. Sementara bagi Mega, PDI-P bisa tanpa parpol lain. Hanya saja, seteru yang memuuji diri sendiri sebagai terbaik pada masanya, menjadi tidak elok. Sebab, rakyatlah sejatinya yang berhak memuji. (^^)

News Feed