FAJAR, MAKASSAR — Harga BBM subsidi akan naik. Bantuan langsung tunai (BLT) sebagai kompensasi, dianggap hanya akal-akalan.
Alasannya, bahan bakar minyak (BBM) subsidi merupakan kebutuhan jangka panjang masyarakat menengah ke bawah. BLT yang dijadikan bantalan sosial, sifatnya hanya sementara.
Karenanya, kebijakan itu pasti membawa gejolak. Menyikapi wacana itu, FAJAR menggelar diskusi di Graha Pena Lantai 4, Selasa, 30 Agustus. Menghadirkan sejumlah pihak untuk memberi masukan atas rencana pemerintah itu.
Presiden Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) Universitas Hasanuddin (Unhas) Imam Mobilingo mengatakan sejumlah alasan pemerintah untuk menaikkan harga, tidak masuk akal. Lebih terkesan ingin mengorbankan rakyat, ketimbang diri mereka sendiri.
“Kenapa pemerintah selalu memosisikan bahwa masyarakat harus menjadi korban? Apakah agar subsidi dihilangkan?” tanya Imam dilansir koran FAJAR edisi Rabu, 31 Agustus 2022.
“Pertanyaan selanjutnya kenapa pemerintah tidak berkorban? Contohnya anggaran kalender DPR yang Rp1 miliar, buat apa coba? Tunjangan DPR yang selamanya? Itu sangat tidak masuk akal,” ungkapnya, kesal.
Imam menyayangkan sikap pemerintah yang menganggap BBM subsidi sebagai beban APBN. Subsidi direm, lalu merencanakan menutupi dampak itu dengan BLT.
“Ternyata pertimbangannya ialah pertimbangan politis karena takut masa peralihan ini akan menghambat proyek itu. Artinya masyarakat hari ini disuruh berkorban, diminta ikhlas,” ucapnya, miris.
Padahal, pemerintah selalu menyemangati warganya dengan jargon pulih lebih cepat, bangkit lebih kuat. Hasilnya tidak ada kepastian. Buktinya, kehilangan pekerjaan, PHK, kehilangan jiwa, harga pangan tak menentu, dan bahan pokok sulit.