English English Indonesian Indonesian
oleh

Perguruan Tinggi & Korupsi

SuarA: Nurul Ilmi Idrus

Perguruan tinggi (PT) seyogianya menjadi motor penggerak antikorupsi mengingat posisinya yang sangat strategis dalam mengedukasi dan menanamkan mental antikorupsi serta memiliki kekuatan untuk menanamkan nilai-nilai kejujuran. Namun, beberapa hari ini kita kembali dipertontonkan dengan OTT yang menjaring Rektor Universitas Lampung (Unila).

Terkejutkah kita? Bisa ya, bisa tidak, mengingat ini bukan pertama kali petinggi PT terjaring OTT. Sebelumnya (tahun 2016), ada kasus korupsi yang menersangkakan mantan rektor Unair (2005-2015) atas kasus pembangunan Rumah Sakit Pendidikan Unair dan pengadaan alat kesehatan & laboratorium rumah sakit tropik infeksi Unair dengan nilai proyek ratusan miliar.

Studi Indonesia Corruption Watch (ICW) antara tahun 2006 dan 2016 menunjukkan bahwa ada 37 kasus korupsi yang terkait dengan perguruan tinggi. Meskipun ditemukan 12 macam pola korupsi di PT, pola yang paling umum bermodus pengadaan barang dan jasa. Rektor Unila dan konco-konconya terjerat kasus suap dalam penerimaan penerimaan mahasiswa baru (PMB) dengan Jalur Mandiri Non-subsidi (JNS). Modus lama yang simbiosis mutualisme, ada penawaran, ada permintaan. Seharusnya, jika ada yang disuap dan ada yang menyuap, dua-duanya harus diproses.

Modus lainnya yang ramai beberapa tahun terakhir dan telah terendus oleh KPK adalah dalam bentuk pemilihan rektor. Yang merasa menjadi rektor dengan cara demikian tak usah tegang, jika tidak sempat tertangkap, berdoalah panjang umur agar bisa menikmati masa-masa sebelum pertanggungjawaban akhirat.

Di tahun 2012, merdeka.com (15 Agustus 2012) merangkum sejumlah kasus dengan judul “6 Professor ini Terlibat Korupsi”. Salah satu yang cukup mengejutkan adalah tertangkapnya Kepala SKK Migas, Rudi Rubiandini. Guru besar Institut Teknologi Bandung yang diharapkan dapat membenahi praktek korupsi terselubung di BP Migas justru terjaring OTT. Selain Rudi, ada Nazaruddin Syamsudin, profesor Fisip Universitas Indonesia, menjadi terpidana kasus pengadaan jasa asuransi anggota KPU dan pengumpulan dana taktis dari rekanan KPU. Ada pula Rokhmin Dahuri, guru besar Institut Pertanian Bogor (IPB) dan Menteri Kelautan & Perikanan pada Kabinet Gotong Royong terjerat kasus korupsi non-bujeter di Kementerian yang dipimpinnya. Ia pemegang rekor sebagai mantan menteri pertama yang dijerat KPK.

Identikkah korupsi dengan laki-laki? Tidak, Miranda Swaray Goeltom membuktikannya. Perempuan hebat, Mantan Deputi Senior Gubernur Bank Indonesia dan guru besar Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia ini menjadi tersangka dalam kasus suap dengan menggunakan cek perjalanan kepada beberapa anggota DPR-RI. Ada Burhanuddin Abdullah, professor Fakultas Ekonomi Universitas Padjajaran Bandung, yang terjerat kasus penyelewengan dana Yayasan Pengembangan Perbankan Indonesia (YPPI) untuk bantuan hukum para mantan pejabat bank sentral itu, untuk pembahasan revisi UU BI, serta masalah Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (BLBI). Dari Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Syekh Nurjati Cirebon, Prof. Abdus Salam didakwa melakukan korupsi pengadaan alat komunikasi dan teknologi informasi serta sistem informasi manajemen pendidikan (EMIS) di IAIN Syekh Nurjati Cirebon.

Daftar ini diperpanjang oleh Nurdin Abdullah, mantan guru besar Fakultas Kehutanan Universitas Hasanuddin yang terjaring KPK dalam kasus suap dan gratifikasi proyek pengadaan infrastruktur jalan di Sulawesi Selatan. Semoga daftar yang cukup panjang ini tidak bertambah panjang karena PT seyogianya menjadi garda terdepan membangun dan menumbuhkan budaya anti-korupsi, bukan menjadi tempat persemaian subur para koruptor. (*)

News Feed