OLEH: Suryani Usman, Mahasiswa Ilmu Politik UIN Alauddin Makassar
Volunteer adalah sebuah sebutan untuk mereka yang mau mengabdikan diri demi generasi penerus bangsa di pelosok. Mengajar di pelosok adalah tugas mulia mereka, menggenggam cita-cita rakyat terpencil sebuah amanah mulia baginya.
Pendidikan akhir-akhir ini menjadi masalah besar bagi masyarakat di pelosok negeri. Padahal kualitas pendidikan menjadi unsur penting untuk menopang kemajuan suatu bangsa. Suatu bangsa yang memiliki kualitas pendidikan yang baik, maka bangsa tersebut sudah bisa dikatakan maju, karena kemajuan suatu bangsa dilihat dari kualitas sistem pendidikannya. Tanpa adanya pendidikan suatu negara akan tertinggal dari negara lain.
Kualitas pendidikan di Indonesia tergolong masih sangat rendah. Hal ini tentu mengancam perkembangan kehidupan karena kualitas pendidikan yang kurang baik bisa menyebabkan generasi-generasi muda tidak mampu beradaptasi dengan perkembangan zaman di era globalisasi dikarenakan pendidikan yang ditempuh kurang efektif.
Bukti kualitas pendidikan di Indonesia masih rendah. Ini bisa dilihat pada hasil PISA (Programme for International Student Assessment) yang merupakan tes tentang membaca, matematika, dan sains pada tahun 2018 di Indonesia menempati peringkat 10 terendah dari 78 negara antara lain 371 untuk membaca, 379 untuk matematika, dan 396 untuk sains.
Survei serupa juga dilakukan oleh PERC (Politik and Economic Risk Consultan). Hasil survei tersebut membuktikan kualitas pendidikan di Indonesia berada pada urutan terakhir yaitu urutan ke-12 dari Negara di Asia. Indeks pembangunan manusia Indonesia melorot di urutan paling bawah dan rangking pelajar berada pada peringkat 65 dari dari 68 negara.
Masalah ini menjadi PR bagi Indonesia, seharusnya pendidikan Indonesa memiliki harapan dan potensi besar untuk maju. Akan tetapi, faktanya pendidikan di Indonesia kualitasnya masih rendah terkhusus di daerah pelosok yang kurang di lirik oleh pemerintah. Pendidikan di daerah pelosok tidak memiliki akses dan juga fasilitas pendidikan yang kurang memadai. Faktor penghambatnya yaitu; jalanan yang rusak, tenaga pendidik yang kurang unggul, serta fasilitas pembelajaran di kelas seperti buku paket, alat-alat laboratorium, dll.
Fakta ini menjadi cikal-bakal tiga pemuda yaitu Muh. Sofyan Anax dan Yarham Al Mubarak alumni kampus ISI Surakarta, Miftha Khalil Muflih alumni kampus UIN Alaudin Makassar untuk mendirikan organisasi volunteer Bangku Pelosok (BP) yang telah resmi berdiri selama empat tahun sembilan bulan, tepatnya pada 4 November 2017.
Kini organisasi Bangku Pelosok menjadi wadah bagi mahasiswa di Sulawesi Selatan dari berbagai kampus seperti UIN, UNM, UNISMUH, UMI untuk mengabdikan diri menjadi relawan di pelosok khususnya daerah Gowa. Saat ini BP lebih fokus di daerah Gowa dengan tujuan agar pemerintah Gowa lebih peka terhadap keadaan pendidikan di daerah pelosok.
Sebelum komunitas Bangku Pelosok menentukan lokasi yang akan dibina lembaga ini memiliki tim khusus untuk melakukan survei keadaan di lokasi binaan, tim ini disebut ‘Tim Jaguar’. Dengan kriteria lokasi binaan merupakan daerah pelosok yang memang butuh perhatian dan tindakan dari pemerintah serta kualitas pendidikannya kurang.
SD Palempang yang berlokasi di Palempang, Dusun Benga, Desa Balasukka, Kec.Tombolo Pao, Kab. Gowa menjadi lokasi binaan tahun ini. Dengan pertimbangan dari segi bangunannya banyak yang sudah rusak bahkan bisa dibilang sudah tidak layak untuk tempat belajar dengan atapnya yang bocor, lantai, meja, kursi, serta jendela yang sudah rusak.
Kurangnya sarana dan pra-sarana menjadi kendala proses belajar mengajar berjalan dengan lancar. Tenaga pendidik di sana hanya ada dua orang. Itupun jarang ke sekolah, berdasarkan pengakuan masyarakat. Siswa masih belum mengenal seragam sekolah hanya memakai baju seadanya. Apalagi sepatu dikarenakan jalanan yang mereka lalui belum beraspal hanya tanah liat yang licin.
Warga Desa Ballasuka berharap agar Pemerintah Gowa memperbaiki jalanan. Itu dikarenakan jalananan di sana termasuk faktor penghambat tidak berkembangnya pendidikan. Alasannya jika ingin melanjutkan pendidikan yang lebih tinggi, jarak dari rumah ke sekolah sangat jauh dan jalanan yang rusak, sehingga orang tua takut dan khawatir. Maka dari itu, banyak anak-anak di Desa Ballasuka jika sudah tamat SD sudah tidak melanjutkan pendidikannya lagi. Mereka hanya membantu orang tua mereka bertani. SD ini membutuhkan perhatian khusus dari pemerintah,
Padahal, Desa Ballasuka termasuk desa yang asri karena berada di pegunungan dan mata pencaharian mereka yaitu dengan berkebun sayuran antara lain tomat, kentang, dan sawi putih. Namun, keadaan desa Balasuka bisa dibilang kualitas pendidikannya masih rendah, keadaan lingkungannya kurang berkembang dibandingkan dengan desa lain. Hal ini dikarenakan Desa Ballasuka termasuk daerah yang letaknya jauh di pedalaman, sehingga sulit dijangkau oleh jaringan baik transportasi maupun media komunikasi.
Untuk menuju ke Desa Ballasuka harus melewati Desa Samata yang berjarak enam jam perjalanan dengan kondisi jalan yang beraspal hanya sampai di Malino. Di daerah permukiman Desa Ballasuka hanya 100 meter yang sudah di aspal oleh pemerintah. Selebihnya belum dan itu sangat membahayakan apalagi saat hujan turun dengan jalanan tanah liat akan menjadi licin disertai jalanan turunan dan menanjak. Selain itu, samping kiri dan kanan jalanan terkadang terdapat jurang yang tidak memiliki pembatas.
Relawan Bangku pelosok terjun langsung ke lokasi yaitu di SD Inpres Palempang. Ini untuk membantu masyarakat dalam proses belajar baik dari segi formal maupun informal, memperbaiki bangunan sekolah sesuai dengan kemampuan mereka, antara lain memperbaiki pintu, meja, kursi, papan tulis, membuat papan nama sekolah, dan mengecat ulang ruang kelas.
Selain mengajar dan membantu proses belajar adik-adik di sana, relawan Bangku Pelosok juga melakukan sosialisasi dengan masyarakat Desa Ballasuka dengan mendatangi rumah warga. Relawan Bangku Pelosok melakukan wawancara kepada warga terkait keluh kesah dan hal yang ingin disampaikan kepada pemerintah. Kebanyakan masyarakat di sana mengeluhkan sikap pemerintah. Mereka berharap pemerintah bisa mewujudkan permintaan mereka untuk lebih memperhatikan keadaan pendidikan di pelosok. (*)