English English Indonesian Indonesian
oleh

Buruh Tolak Omnibus Law Cipta Kerja

Kordinator Aksi Lapangan (Korlap) Konfederasi Serikat Nusantara (KSN), Arwin, mengungkapkan tidak hanya Omnibuslaw Cipta Kerja, pemerintah dan dewan yang menjelma sebagai Oligarki Ekonomi Polirik juga berupaya untuk menekan gerakan rakyat dengan rencana Revisi Kitab UU Hukum Pidana.

Salah satu wacana yang mendapat banyak sorotan dari Revisi RKUHP adalah tentang pemidanaan terhadap aksi demonstrasi yang tidak didahului dengan surat pemberitahuan rencana aksi demonstrasi kepada pihak kepolisian.

Padahal dalam UU Nomor 9 Tahun 1998, aksi demonstrasi yang tidak terlebih dahulu menyampaikan pemberitahuan kepada pihak kepolisian tidak dikenakan sanksi pidana. Karena pemberitahuan kepada pihak kepolisian hanyalah sebatas koordinasi terkait pengamanan jalannya aksi demonstrasi.

“Dengan adanya wacana ini, dikhawatirkan hak untuk menyatakan pendapat di muka umum juga ikut digembosi,” urainya.

Ia memaparkan jika DPR RI berniat untuk mengusulkan revisi terhadap Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2000 tentang Serikat Pekerja/Serikat Buruh.

“Berkaca pada revisi-revisi yang dilakukan sebelumnya, wajar jika kita khawatir rencana DPD untuk mengusulkan revisi UU 21 ini juga salah satu upaya Oligarki Ekonomi Politik untuk semakin menekan gerakan rakyat dengan membatasi hak berserikat serta berkumpul bagi kaum buruh,” sambungnya.

Ia juga menuntut empat hal, mulai dari pemerintah dan DPR RI mencabut UU 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja, mencabut UU 13 Tahun 2022 tentang Perubahan atas UU 12 Tahun 2011 tentang Peraturan Pembentukan Perundang-undangan, menghentikan usulan revisi terhadap UU 21 Tahun 2000 tentang Serikat Pekerja/Serikat Buruh, dan menghentikan proses RKUHP dan terlebih dahulu menyerap aspirasi rakyat sebelum melakukan revisi terhadap suatu perundang-undangan.

News Feed