FAJAR, MAROS-Sekitar 20 orang seniman muda dari berbagai daerah di Indonesia dipertemukan dalam Temu Seni Performans, Selasa, 2 Agustus di Taman Arkeologi Leang-leang di Kecamatan Bantimurung Kabupaten Maros.
Kegiatan yang diikuti oleh para seniman muda dari berbagai latar genre ini merupakan rangkaian dari Festival Mega Event Indonesia Bertutur 2022. Ini merupakan bagian dari perhelatan akbar Pertemuan Menteri-Menteri Kebudayaan G20 (G20 Ministerial Meeting on Culture) yang akan dilaksanakan di Kawasan Borobudur, Magelang, Jawa Tengah pada September mendatang.
Untuk di rangkaian kegiatan di Sulawesi Selatan sendiri, digelar di tiga lokasi, yakni Kota Makassar, Kabupaten Maros dan Pangkep.
Direktur Artistik Indonesia Bertutur 2022 Melati Suryodarmo mengatakan, kegiatan ini merupakan ajang silaturahmi, apresiasi, kolaborasi dan jejaring seni performans sekaligus memperkenalkan dan menambah gaung Indonesia Bertutur 2022 di daerah cagar budaya di Indonesia.
Dia menjelaskan kalau temu seni Indonesia bertutur ini merupakan bagian dari pra even Indonesia bertutur 2022 yang dilaksanakan oleh Direktorat Perfilman, Musik dan Media, Direktorat Jenderal Kebudayaan Kemdikbudristek RI.
“Kegiatan temu seni ini merupakan salah satu rangkaian dari Festival Mega Event Indonesia Bertutur 2022 yang dihelat menjadi bagian dari perhelatan akbar Pertemuan Menteri-Menteri Kebudayaan G20 (G20 Ministerial Meeting on Culture) yang akan dilaksanakan di Kawasan Borobudur, Magelang, Jawa Tengah pada bulan September mendatang,” jelasnya.
Temu Seni di Makassar ini merupakan yang keempat diadakan sebagai pra even yang diadakan di Indonesia bertutur. “Jadi di seni performans ini memang menjadi sangat penting, karena dia masuk dalam skema seni rupa pertunjukan. Kami engundang banyak seniman dari berbagai daerah. Mualai Palu, Makassar, Bali, Jawa Timur, Jawa Tengah, Jawa Barat , Banten, Sumatera Selatan, Kalimantan dan NTT berkumpul disini,” katanya.
Mereka kata dia, adalah seniman performans independen yang telah melakukan praktiknya minimal selama 3 tahun secara terus-menerus dan independen.
“Pertemuan di sini akan memberikan kesempatan kepada mereka untuk melakukan laboratorium seni, berbagi praktik metode masing-masing dengan fokus kepada penggalian kembali narasi-narasi sejarah,” ungkapnya.
Terutama narasi-narasi cagar budaya yang rentang waktunya itu dari masa prasejarah hingga abad ke-15. “Kegiatan hari ini kita sengaja lakukan di sini yakni kunjungan ke situs cagar budaya di gua Leang-leang di Maros. Kita juga akan berkunjung ke komunitas Bissu di Segeri Kabupaten Pangkep untuk melihat narasi sejarah dengan cara yang sedikit berbeda yang berhubungan dengan praktik performans,” jelasnya.
Dia mengatakan di situs cagar budaya ini bisa dilihat dengan cara berbeda-beda. “Kenapa berkunjung ke situs Prasejarah Leang-leang? Karena motto utama dari Indonesia bertutur adalah mengalami masa lampau dan menumbuhkan masa depan. Jadi dari acara kita melihat situs cagar budaya ini kan beda-beda,” katanya.
Itu banyak dipengaruhi dengan penulisan sejarah, fakta-fakta sejarah dari para arekolog serta temuan-temuan arekologi. “Sehingga kita kemudian hanya bisa membayangkan kehidupan masa lampau. Misalnya hanya bisa membayangkan oh kalau dulu seperti apa manusia hidup di dalam gua,” sebutnya.
Tapi untuk mengetahui lagi apa yang ingin kita gali maka kita berkunjung kesini. Misalnya dengan lukisan gua disini kita pertanyakan lagi apakah itu sudah karya seni? Apakah waktu itu tidak ada buku atau bagaimana cara menceritakan sekelompok manusia waktu itu.
“Dan kita mempelajari dikehidupan kita sekarang ini apakah kita bisa belajar dari kehidupan masa lampau? Misalnya pada konteks tanda atau simbol,” singkatnya
Dia juga menjelaskan kalau ajang temu seni menuju festival mega even Indonesia Bertutur 2022 mengutamakan peristiwa pertemuan, pertukaran, dan jejaring.
Seluruh peserta dipilih berdasarkan antuasiame mereka untuk bertemu dan berbagi pengalaman dan metode praktik mereka untuk menguatkan ekosistem seni yang mandiri dan jejaring.
Di program ini, 20 seniman performans muda akan berpartisipasi dalam sejumlah agenda berupa Laboratorium Seni, Sarasehan dan Diskusi, Kunjungan Budaya dan Situs serta Pementasan. “Beberapa agenda penting antara lain kunjungan peserta ke situs prasejarah Leang-Leang di Maros, kunjungan budaya ke komunitas Bissu dan sesi laboratorium seni dan diskusi di Benteng Ujungpandang/Fort Rotterdam,” urainya.
Melati juga menjelaskan kalau Makassar, Sulawesi Selatan merupakan kota terakhir pelaksanaan rangkaian program Temu Seni, dimana tiga kota sebelumnya program dihelat di Tenggarong, Kalimantan Timur dan Sentani, Papua serta Ubud, Bali.
Sementara itu salah seorang Arkeolog, Muhammad Ramli yang dihadirkan sebagai narasumber memberikan penjelasan mengenai lukisan dinding yang ada di Taman Arkeologi Leang-leang.
Sambil memberikan penjelasan kepada para peserta, dia juga menunjukkan langsung lokasi awal penemuan lukisan dinding gua berupa cap tangan dan babi rusa pada tahau 1950 oleh CHM Heren ketika melakukan penggalian arkeologi (ekskavasi ) tepatnya di Gua Pettae.
Selain memperlihatkan sejumlah lukisan dinding tertua yang dibuat pada masa lampau para peserta juga melihat langsung tata pamer lukisan, dan alat batu serta video tentang penelitian Maros-Pangkep.
“Jadi selain lukisan dinding tertua, di Maros juga ada temuan liontin dari tulang kuskus dan manik dari tulang babi yang usianya kurang lebih 25 ribu sampai 30 ribu tahun yang lalu. Itu menandakan bahwa saat itu mereka sudah mengetahui soal fashion atau sudah bisa mengekspresikan diri atau bisa memperlihatkan cara berekspresi. Selain lukisan itu dituangkan melalui temuan liontin itu,” urainya.
Sambil menikmati suasana di Taman Arkeologi Leang-leang, itu mereka juga menyempatkan mengambil dokumentasi di taman batu yang terdapat disana. Beberapa batu itu menarik perhatian sebab ada yang menyerupai kepala manusia dan binatang. (rin/*)