English English Indonesian Indonesian
oleh

Silver Tsunami di Sulsel

OLEH: Andhy Aryutama Kamase, SST, M.Ec.Dev, ASN BPS Sulsel

Silver Tsunami adalah sebuah istilah yang diciptakan oleh demografer untuk menggambarkan kondisi ketika terjadi gelombang pensiun dari penduduk lansia yang tinggi akibat perubahan struktur demografi.

Kondisi ini dapat menciptakan disrupsi di beberapa sektor jika pemerintah tidak mengambil langkah preventif untuk menanggulanginya. Terlebih karena hasil Sensus Penduduk 2020 menunjukkan bahwa saat ini Indonesia sudah berada dalam masa transisi menuju ageing population, di mana jumlah lansia di atas 60 tahun telah mencapai 9,78 persen atau meningkat dari tahun 2010 sebesar 7,59 persen, Tren ini juga terjadi di Sulawesi Selatan, di mana jumlah lansia di atas 60 tahun telah mencapai 9,83 persen atau meningkat dari tahun 2010 sebesar 8,34 persen. Jumlah penduduk lansia di Sulawesi Selatan juga cukup tinggi sehingga berada pada urutan ke-6 secara nasional.

Ketika silver tsunami terjadi, ada tiga sektor yang diprediksi akan mengalami collapse jika tidak dipersiapkan dengan baik. Sektor yang pertama adalah sektor kesehatan. Seiring dengan Angka Harapan Hidup yang semakin naik, yaitu di Sulawesi Selatan sebesar 70,66 pada tahun 2021, maka ekspektasi usia lansia semakin panjang. Akan tetapi, mengingat lansia adalah usia yang rentan untuk terkena penyakit, hal ini dapat mengakibatkan kenaikan angka kesakitan yang tinggi dan menyebabkan masifnya gelombang lansia yang membutuhkan layanan kesehatan. Terbukti bahwa dari data Susenas 2020, angka kesakitan di Sulawesi Selatan untuk lansia adalah sebesar 22,9 persen, jauh lebih tinggi dibandingkan angka kesakitan total untuk semua kelompok umur sebesar 13,55 persen.

Sektor yang kedua adalah sektor perumahan. Dengan meningkatnya jumlah penduduk lansia, maka dikhawatirkan akan terjadi surplus di sektor perumahan, di mana rumah-rumah yang tadinya ditempati lansia akan kosong. Namun faktanya, berdasarkan data Susenas 2020, hanya ada 7,96 persen lansia di Sulawesi Selatan yang tinggal sendiri di rumah. Mayoritas lansia bahkan tinggal bersama tiga generasi, yaitu bersama anak dan cucunya. Hal ini mengindikasikan bahwa sektor perumahan bukan lagi menjadi concern yang berarti.

Sektor yang ketiga adalah sektor ketenagakerjaan. Dengan adanya silver tsunami dikhawatirkan akan terjadi kekosongan dalam senioritas di dunia kerja secara masif, utamanya dalam tingkat keahlian dan profesional, sehingga tidak ada role model atau ahli yang dapat menjadi anutan. Namun, pada kenyataannya, menurut data Susenas hanya ada 6,46 persen lansia di Sulawesi Selatan yang berpendidikan perguruan tinggi ke atas. Dengan demikian kekhawatiran ini diharapkan tidak akan menjadi masalah yang berarti.

Berdasarkan fakta di atas, dapat kita lihat bahwa silver tsunami tidak berpotensi menjadi suatu ancaman di Sulawesi Selatan, terlebih jika pemerintah dapat memperkuat sektor kesehatan. Saat ini, pemerintah Sulawesi Selatan telah berada on the right track dalam hal jaminan kesehatan lansia,  dilihat dari kepemilikan jaminan kesehatan lansia mencapai 82,11 persen. Akan tetapi, terjadi ketimpangan kepemilikan jaminan kesehatan pada lansia di perkotaan dan pedesaan, di mana di perkotaan terdapat 88,46 persen lansia yang memiliki jaminan kesehatan sedangkan di pedesaan hanya terdapat 78,11 persen. Hal ini perlu menjadi perhatian pemerintah untuk meningkatkan lagi kepemilikan jaminan kesehatan untuk masyarakat daerah pedesaan, sehingga semua lansia bisa mendapatkan akses pelayanan kesehatan yang sama. (*)

News Feed