Tapi frugal living berbeda dengan hidup pelit atau hidup prihatin. Banyak orang yang beranggapan bahwa frugal living identik dengan hidup pelit, tidak menikmati hidup, dan hidup terperangkap dalam kepelitan, sehingga apa yang dikumpulkannya akan dinikmati oleh orang lain ketika mereka meninggal. Orang seperti ini selalu khawatir jika membelanjakan uangnya. Bila mereka membelanjakan uang, biasanya mereka membeli barang dengan harga murah atau bahkan tidak membelinya sama sekali. Sementara frugal living membeli barang dengan mengedepankan kualitas meskipun harganya lebih mahal karena, misalnya, lebih bertahan lama dibandingkan dengan barang yang murah dan berkualitas rendahan. Frugal living lebih berorientasi masa depan tanpa mengorbankan masa kini, sehingga masa depan tidak mengkhawatirkan.
Dalam tulisannya yang berjudul “The Pleasure of Frugality”, Vicky Robin mengemukakan bahwa dalam kamus, kata “frugal” berbagi akar bahasa Latin dengan frug (kebajikan), frux (nilai) dan frui (menikmati atau menggunakan). Dengan demikian, frugal living adalah menikmati kebajikan mendapatkan nilai baik untuk setiap menit energi hidup kita dan dari semua yang kita gunakan.
Menerapkan frugal living berarti menikmati apa yang kita miliki. Jika kita memiliki sepuluh tas tapi masih merasa tidak memiliki apa-apa, maka kita adalah pemboros. Tetapi jika kita memiliki sepuluh tas dan telah menikmati dengan memakai semuanya selama bertahun-tahun, maka kita adalah orang yang hemat. Pemborosan tidak terletak pada jumlah harta, tetapi pada kegagalan untuk menikmatinya. Keberhasilan kita dalam berhemat diukur bukan dengan merogoh uang kita, tetapi oleh tingkat kenikmatan kita terhadap dunia material. Frugal living adalah hidup dengan penggunaan yang benar dalam hal uang, waktu, energi, ruang, dan harta benda secara bijaksana. Dengan frugal living kita juga belajar untuk berbagi, melihat dunia sebagai milik kita (ours) dari pada sebagai milik mereka (theirs) atau milikku (mine). Life is too short to not to enjoy, isn’t it!