Dua pemuda, Baco dan Sangkala iseng tebak-tebakan. Baco:”hal apa yang hanya adanya di Makassar?” . Sangkala: ”Coto Makassar”. “Bukannn” kata Baco. “kalau begitu, sop konro” jawab Sangkala lagi. “Masih salah” kata Baco. “Lalu apa?” tanya Sangkala penasaran. Dengan muka serius, Baco menjawab “mobil tangki menyiram kembang tengah jalan saat jam sibuk”.
Entah betul hanya terjadi di sini atau juga terjadi di daerah lain, namun yang pasti hal ini memang seringkali kita saksikan di kota ini. Bahkan tidak jarang mobil milik Dinas Pertamanan dan Pemakaman bergerak ke arah berlawanan dengan arus lalu lintas menyiram tanaman di separator jalan. Pemandangan sama juga dilakukan oleh petugas kebersihan yang menyapu jalan-jalan protokol di pagi hari di saat aktivitas warga sudah mulai sibuk. Termasuk pengecatan untuk marka-marka jalan seringkali dilakukan saat arus lalu-lintas sangat padat.
Belum lagi di setiap bukaan separator, ada pak oga yang ‘mengatur’ lalu lintas. Padahal justru kerap menjadi biang kemacetan lalu lintas. Banyak lagi hal-hal yang terkadang sulit dimengerti mengapa hal-hal seperti itu bisa terjadi. Dan dibiarkan terus terjadi.
Kegiatan yang dilakukan oleh mereka ini bukan saja tidak efektif dan efisien, tetapi juga sangat mengganggu arus lalu lintas. Bahkan sangat membahayakan keselamatan diri sendiri maupun pengguna jalan lainnya. Tentu mereka itu adalah pekerja lapangan yang harus kita apresiasi. Hanya saja tampak bahwa dalam menyelesaikan tugas terkesan tidak direncanakan dengan matang. Tidak ada pertimbangan komprehensif mendahuluinya, terutama aspek efektivitas, efisiensi, keselamatan, dan kelancaran arus lalulintas. Seperti sekadar menggugurkan kewajiban saja.