Strategi selanjutnya menciptakan lapangan kerja baru bagi nelayan dengan memberi akses ke perbankan untuk modal usaha.
“Kesejahteraan pelaku bisnis perikanan relatif rendah, perlu juga sertifikat tangkap untuk permodalan di perbankan. Agar produktivitas perikanan bisa optimal,” katanya.
Pihaknya juga menyiapkan program pemberdayaan nelayan kecil. Agar nelayan bisa meningkatkan kapasitas, seperti bimtek penangkapan ikan, memulai bisnis perikanan dan pembentukan kelompok usaha bersama.
Kapolres Selayar AKBP Ujang Darmawan Hadi Saputra menambahkan untuk memutus mata rantai destruktive fishing ini harus dimulai dengan memotong hubungan antara penadah dan nelayan agar tidak terjadi utang piutang.
“Adanya utang piutang anak buah dan bos selama ini yang menyebabkan mereka berpikir untuk membom ikan dan lain sebagainya. Sementara yang tertangkap anak buah, bukan bosnya,” katanya.
Mirisnya lagi, lanjut Ujang, remaja yang tertangkap akhirnya yang tidak dapat sekolah. Bahkan selama dipenjara mereka tetap berutang lagi. Ketika keluar, mereka akan berusaha membayarnya. “Jadi ini akan terus terulang dan terus menerus,” katanya.
Bahkan ujang mengusulkan agar pelaku ditangkap, perahunya ditenggelamkan untuk memberi efek jerah. “Ini bisa diterapkan tergantung kesepakatan,” jelasnya.
Sekadar diketahui, Diskusi multipihak ini merupakan salah satu upaya meningkatkan kolaborasi antar-instansi dalam perlindungan dan pengelolaan sumber daya alam, termasuk ikan, di Taman Nasional Taka Bonerate melalui penanggulangan praktik-praktik penangkapan ikan yang merusak (destructive fishing). (rul/ham)