English English Indonesian Indonesian
oleh

Mudik

Setelah berjuang selama  tiga puluh sembilan hari
melawan penyakitnya, ibunda kami mengembuskan napas terakhir di usia 75 tahun,
di tengah ketidaksadaran dan alat-alat medis yang terpasang di badannya.
Bermula beliau mendengar kabar anak bungsunya mendadak meninggal dunia di rumah
kosnya di Bandung, tanpa ada yang melihat. Kebetulan istrinya ada di Cirebon
bersama dua anaknya yang masih kecil. Katika ditelepon sama istrinya, tidak
diangkat, padahal jam berapapun istrinya menelepon biasanya langsung dijawab.

Di Makassar, sang ibu mendengar anaknya wafat, shock dan tensi naik hampir 200 mmHg.
Berselang tidak lama, tiba-tiba beliau bicara tidak sempurna, mulut mulai
kelihatan bengkok. Beliau kena bell’s palsy,  dimana terjadi
gangguan saraf kranialis VII, sehingga bibir tampak jatuh ke salah satu
sisi disertai mata yang sulit menutup dan air liur keluar tidak terkendali.

Kaget yang luar biasa membuat ibu kena serangan strok.
Akibatnya pasokan darah ke otaknya berkurang  karena pecahnya
pembuluh darah (stroke hemoragik). Sebagaimana diketahui tanpa darah, otak
tidak akan mendapatkan asupan oksigen dan nutrisi, sehingga sel-sel
otak bisa mengalami kematian.

Pada sisi lain, kami menduga kematian adik kami adalah Sudden Cardiac Death (SCD) atau kematian
jantung mendadak, dengan melihat usia yang masih muda, 36 tahun, mengalami
dis-stres, merokok dan kurang istirahat. Serangan jantung mendadak sejatinya
tidak datang tanpa adanya peringatan terlebih dahulu. Gejala yang jadi pertanda
awal serangan jantung sebenarnya ada, namun seringkali tidak disadari.

Kondisi ini juga dikaitkan dengan gangguan kelistrikan
jantung yang mengganggu fungsi jantung untuk memompa darah sehingga darah
tidak bisa sampai ke otak, paru, dan organ penting lainnya. Dalam hitungan
detik inilah yang terjadi pada adik, kehilangan kesadaran sampai meninggal.

***

Di dunia ini hampir semuanya tidak pasti, kecuali
kematian, pasti datangnya. Itulah sebabnya kematian menjadi  misteri yang
sukar diterima logika manusia. Setiap manusia memiliki ajal yang telah
ditentukan oleh Allah Swt. Siapapun yang telah sampai pada batas
waktunya,  tidak ada yang dapat menundanya. Begitu juga jika belum tiba
ajalnya,  kejadian yang paling membahayakan pun tidak dapat merenggut
jiwanya. Setiap manusia mengalami dua kali kematian dan dua kali kehidupan.

Kematian pertama disaat sebelum kelahirannya atau sebelum
ruh ditiupkan kepadanya. Adapun kematian kedua  ketika manusia mengembuskan
napas terakhir saat  meninggal dunia. Adapun kehidupan pertama manusia
ketika pertama kali menarik napas di dunia sampai dengan mengembuskan napas
terakhirnya. Sedangkan kehidupan kedua adalah dibangkitkan di alam barzakh
setelah kematiannya.

Saat ini, banyak saudara kita masih mudik di kampung
halaman. Apa yang kita sebut mudik ketika menjelang lebaran adalah mudik
sementara di dunia. Pada hakikatnya, mudik sesungguhnya adalah  kembali
kepada Allah, menuju  kampung halaman kita yang abadi.

Kematian bukanlah berakhirnya kehidupan, namun dia
adalah mudik kita dari alam dunia menuju alam barzakh,  pemisah antara
dunia dengan akhirat. Maut menjadi pintu gerbang menuju akhirat. Roh
manusia yang wafat akan tinggal di tempat mudik sesungguhnya, di alam barzakh
hingga hari kebangkitan manusia dari kuburnya pada kiamat kelak.

Nabi saw. bersabda, “Sesungguhnya kubur itu awal
persinggahan dari persinggahan-persinggahan akhirat. Barang siapa yang selamat
darinya, maka yang sesudahnya lebih mudah darinya. Barang siapa yang tidak
selamat darinya, maka yang sesudahnya lebih sukar darinya.” (HR Tirmizi, Ibnu
Majah dan Ahmad). Wallahu a’lam (*/)

News Feed