English English Indonesian Indonesian
oleh

Di Makassar, Pengatur Lalu Lintas Masif Dirazia, Ini Alasannya

Hanya saja, dari data yang dimilikinya saat ini butuh tanggapan langsung dari pihak kelurahan. Sebagai data untuk menunjukan bahwa di wilayahnya masih banyak kaum duafa. Juga pendataan pengangguran.

“Apalagi ini, kan, Ramadan, tidak bisa orang dihalangi memberi sedekah. Hanya saja tempat kaum duafa ini kurang baik. Dengan adanya data itu, maka bisa lebih bagus. Juga bisa mengumumkan ke khalayak bahwa data di wilayahnya dan masyarakat di wilayahnya itu ada yang butuh uluran tangan,” katanya.

Jika hanya berharap pembinaan di dinas sosial saja, pasti akan berjalan terstruktur. Artinya, butuh waktu dan proses lama. Sementara pengakuan para kaum duafa itu selalu menginginkan hal instan.

“Setidaknya ada penanganan awal yang terintegrasi, karena mereka itu pasti akan keluar karena yang mereka pahami ini bulan suci Ramadan dan jadi momen juga bagi mereka untuk berkeliaran,” katanya.

Perlu Integrasi

Terpisah, Sosiolog Universitas Hasanuddin (Unhas) Rahmat Muhammad menilai bahwa penanganan anjal-gepeng, dan Pak Ogah pada Ramadan ini perlu gerakan terintegrasi.

Fenomena ini sudah menjadi kebiasaan para kaum duafa yang masih sulit terbendung. Makanya, anjal, gepeng, pengamen, dan Pak Ogah malah makin marak pada bulan puasa.

“Dengan pendataan yang baik, maka kaum duafa yang berada di jalan-jalan itu akan sedikit terbendung,” katanya.

Khusus penanganan Pak Ogah, kata dia, memang dibutuhkan peran aktif Satpol PP, dinas perhubungan, dan kepolisian. Tidak bisa dipungkiri gerakan-gerakan mereka itu terlihat seperti premanisme.

News Feed