Beberapa negara di dunia juga mulai mengurangi ketergantungan pada Dolar AS sebagai alat pembayaran perdagangan internasional.
Pada forum Side Event Finance Track G20, Maret lalu,
Menteri Keuangan, Sri Mulyani Indrawati mengajak negara-negara lain mengurangi pemakaian mata uang Dolar AS dalam bertransaksi.
Sri Mulyani mempromosikan kesepakatan penggunaan mata uang lokal atau Local Currency Settlement (LCS) antara Indonesia dengan Malaysia, Thailand, Jepang, dan China dalam bertransaksi.
“Dengan diversifikasi mata uang, diharapkan dukungan terhadap stabilitas ekonomi makro makin kuat, dan proses pemulihan ekonomi terus berkelanjutan, tidak hanya untuk masing-masing negara, tetapi juga secara global,” kata Sri Mulyani.
Sri Mulyani juga mengajak negara-negara G20 memanfaatkan pesatnya kemajuan sektor keuangan digital. Meski, juga masih perlu mewaspadai risiko sistem pembayaran digital, seperti sisi keamanan siber dan risiko pencucian uang.
Status Dolar AS sebagai alat pembayaran transaksi perdagangan internasional, seperti analisis Goldman Sachs, sebagian besar sangat tergantung pada Amerika Serikat sendiri. “Kebijakan yang memungkinkan defisit transaksi berjalan yang tidak berkelanjutan untuk bertahan, menyebabkan akumulasi utang luar negeri yang besar, dan/atau mengakibatkan inflasi AS yang tinggi, dapat berkontribusi untuk substitusi ke mata uang cadangan lainnya,” kata analis bank. (*)