Dengan begitu, Rahmat mengaku hanya fokus berbenah untuk persiapan verifikasi KPU saja, termasuk persiapan pemilihan serentak pada 2024 mendatang. Bukan pada perombakan struktur internal.
”Kursi juga saya sendiri belum bisa pastikan karena masih akan ada proses muscab. Belum bisa pastikan langkah selanjutnya menuju 2024,” jelasnya.
Pengamat politik Universitas Hasanuddin, Sukri Tamma mengatakan, meskipun saat ini Ni‘matullah sudah menang, tetapi bukan berarti pekerjaannya lebih mudah. Justru ini adalah awal yang paling menantang.
Sebab, sedikit salah langkah saja dampaknya bisa fatal kepada dirinya dan Demokrat. Terlebih lagi, segala keputusannya dinilai akan sangat dilematis.
”Pilihannya cuma dua. Pertama apakah Ni‘matullah akan melakukan politik akomodasi, tidak sapu bersih. Atau justru melakukan sapu bersih terhadap DPC yang sudah belok ke IAS. Dua-duanya punya konsekuensi,” buka dia.
Lebih lanjut Sukri mengatakan, jika Ni‘matullah melakukan sapu bersih dalam proses pembentukan pengurus yang baru, maka hampir dipastikan dia akan kesulitan mencari kader baru. Selain itu, akan ada gejolak juga di dalamnya.
Dampaknya, akan menghambat prises konsolidasi pemenangan, karena ada potensi perlawanan dan seterusnya dari pihak-pihak yang disingkirkan. Kemudian, hal itu juga dinilai akan menyita energi yang panjang.
”Nah dalam kondisi sekarang yang sudah dekat dengan pemilu, saya kira partai sebisa mungkin akan menghindari hal itu,” jelasnya.
Akan tetapi, jika Wakil Ketua DPRD Sulsel itu melakukan politik akomodasi, maka dia harus melihat secara jeli terhadap kebutuhan yang dimiliki masing-masing DPC. Kemudian, dia juga harus memastikan tidak akan suara berbeda di internalnya sendiri.