English English Indonesian Indonesian
oleh

Bissu Tak Tampil di Acara Sakral, Agama Campuri Kebudayaan?

FAJAR, MAKASSAR--Absennya Bissu pada acara Mattompang Arajang di Bone kini menjadi pembahasan luas. Aktivis kebudayaan ikut memberi tanggapan.

Guru Besar Fakultas Ilmu Budaya (FIB) Universitas Hasanuddin (Unhas) Prof Nurhayati Rahman menilai antara kebudayaan dan agama, merupakan dua hal yang tak bisa diperhadap-hadapkan.

Bissu adalah bagian dari kekayaan peradaban Sulsel. Sehingga, sangat tidak tepat menjadikan agama sebagai alat untuk menilainya. Sepanjang masyarakat masih membutuhkan Bissu, maka sepanjang itu mereka akan ada.

“Jangan dibawa ke syariat. Kalau dibawa ke syariat, hari-hari-mi ini orang Indonesia berkelahi,” urai Prof Nurhayati pada diskusi daring yang dilaksanakan Lapar Sulsel dan Desantara, Selasa (29/3/2022).

Diskusi mengangkat tema: “Senjakala Peran Bissu dalam Kebudayaan Bugis?”. Menghadirkan dua perwakilan Bissu, yakni Bissu dari Arajang Segeri (Pangkep) dan dari Bone.

Modal kultural Indonesia mesti dijaga. Prof Nunu, sapaan Nurhayati, membandingkan Afghanistan dan Indonesia. Di Afghanistan, hanya empat suku, namun terus berkonflik. Sementara di Indonesia ada 720 suku, namun hidup damai berdampingan.

Karena kondisi ini, Nurhayati menyarankan Bissu di Bone membuat event sendiri. Dia memastikan akan banyak pengunjung yang datang.

Bissu Bone, Puang Matoa Ancu, mengatakan acara mattompang arajang di Bone selalu melibatkan Bissu. Tahun ini, mereka tak dilibatkan. Mereka tak tahu apa yang terjadi.

“Boleh dikata sangat sedih. Para bissu tidak difungsikan dalam acara mattompang arajang,” kata Bissu yang sudah puluhan tahun mengikuti mattompang arajang ini.

News Feed