Versi UPRI
Mustandar, selaku Kuasa Hukum Yayasan Perguruan Tinggi Karya Dharma (YPTKD) versi Halija Nurtindi UPRI Makassar, menyebut eksekusi yang dilakukan PN Makassar tak jelas.
Menurutnya, penghentian aktivitas pun tidak masuk ke dalam ranah eksekusi. Akan tetapi, ini dianggap tidak bermasalah. Namanya putusan pengadilan sehingga wajib membacakan putusan.
“Sebenarnya kami dari YPTKD UPRI Makassar sangat tidak setuju dalam pembacaan eksekusi hari ini. Apabila sebagai terpidana tentu sebagai warga negara, kami harus patuh sepanjang tak melenceng dari amar putusan,” kata dia.
Sayangnya, Mustandar menilai dari amar putusan menghentikan kegiatan sifatnya mengambil alih kegiatan UPRI, dianggap misterius.
Ia pun heran apa yang dimaksud mengambil alih. Secara administrasi, UVRI sudah dibubarkan setelah berdirinya Yayasan Tridarma sehingga UVRI berpindah ke sana bukan ke UPRI (Pejuang).
Tak hanya itu, UPRI Makassar menyayangkan pihak Panitera PN Makassar terkesan menambah di luar amar putusan. Ini bisa memicu kesalahpahaman dari pihak pemohon eksekusi.
“Fakta hukum UVRI sudah tidak ada atau telah dicabut izin penyelenggaraannya tahun 2016, berdasarkan SK Menteri No.163/2016. Dari pakta, maka eksekusi ini salah alamat. Sekarang yang ada adalah UPRI dengan izin penyelenggaraan SK. No. 3/M/kp/1/2015,” tegasnya.
Bahkan, diakuinya asal veteran sesungguhnya adalah nama kegiatan bukan lembaga hukum. Yayasan tentu memiliki hak atas tanah dan aset. Sedangkan, veteran hanya nama. Sementara yayasan mereka tidak punya aset.