Setiap tahun pada tanggal 8 Maret, diperingati Hari Perempuan yang dirayakan di seluruh dunia/Internasional Woman’s Day. Kali ini tema yang diangkat adalah #Break The Bias#. Semua individu aktivis Pemerhati Masalah Perempuan akan mengampanyekan dirinya berfoto / berpose menyilangkan tangan di depan dada untuk menunjukkan ketidaksetujuan terhadap bias yang ada.
Bias selama ini adalah pandangan dan perlakuan yang “salah” terhadap perempuan dan anak sehingga terjadi diskriminasi, marginalisasi, kekerasan, kemiskinan, serta beban ganda. Pemikiran yang salah tersebut antara lain bahwa perempuan walaupun pintar dan cerdas tidak usah dipromosikan pada jabatan strategis karena banyak laki-laki yang masih mampu dalam jabatan tersebut. Akibat bias tersebut menyebabkan perempuan yang berpotensi tidak mendapatkan promosi jabatan pada posisi strategis.
Bias mengakibatkan perempuan menjadi korban kekerasan bahkan berakibat kematian. Karena dalam sebuah keluarga, perempuan dianggap wajar untuk berperan ganda, sehingga beban ini menjadikan perempuan stress dan rentan sakit bahkan meninggal.
Dan paling penting saat ini adalah pemikiran yang bias tentang usia perkawinan bagi perempuan dan anak. Seorang anak perempuan dianggap tidak perlu sekolah lagi jika telah berumur 10-12 tahun langsung dinikahkan saja. Padahal hal ini lebih banyak dampak negatif nya daripada dampak positifnya.
Deputi Bidang Pemenuhan Hak Anak Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (Kemen PPPA) menyampaikan bahwa kasus usia perkawinan anak mengakibatkan dampak negatif bagi anak, terutama bagi pendidikannya, kesehatan, ekonomi yang dapat menyebabkan munculnya kemiskinan baru atau kemiskinan struktural, belum lagi dampak lainnya seperti Kekerasan Dalam Rumah Tangga (KDRT), perdagangan orang, serta pola asuh yang salah terhadap anak sehingga seluruh hak-hak anak bisa terenggut.