English English Indonesian Indonesian
oleh

Investigasi! Membongkar Jejaring Mafia Tanah di Makassar

FAJAR, MAKASSAR — Mengandalkan surat palsu mirip asli, mafia tanah beraksi. Mengejar lahan-lahan strategis.

Penafian (disclaimer): berita ini telah terbit di Harian FAJAR edisi Senin, 7 Maret 2022

Seorang perempuan, Ernawati Yohanis, diduga sebagai makelar tanah yang nakal. Korbannya sudah banyak. Ditipu semua.

Berdasarkan hasil penelusuran FAJAR, perempuan kelahiran Toraja, 15 Juni 1971 itu menyewa rumah di Kompleks Perumahan Lily Blok E/3, Kelurahan Masale, Kecamatan Panakukang. Di sana, dia membuka layanan kantor kartu kredit sebuah bank.

Agar bisa menguasai rumah itu, Ernawati mengaku kepada pemilik rumah yang sedang berada di Papua, berminat untuk membeli. Entah bagaimana caranya dia memengaruhi, sertifikat tersebut berhasil dibalik nama menjadi nama Ernawati Yohanis. Kemudian, sertifikat digadaikan ke bank.

Tanpa sepengetahuan pemilik pula, Ernawati Yohanis berhasil mendapatkan pembeli rumah atas nama Suardi. Suardi menebus sertifikat sebesar Rp2,8 miliar.

“Saya bayar cash. Baru itu perempuan dari Papua (pemilik rumah yang asli) datang mau serobot rumah. Bawa preman juga. Makanya saya lapor di Polrestabes Makassar,” kata Suardi saat dikonfirmasi, Jumat, 11 Februari.

Suardi mengaku tidak memiliki hubungan dengan perempuan asal Papua yang mengaku sebagai pemilik rumah. Sebab, sertifikat itu atas nama Ernawati Yohanis selaku penjual.

“Saya kenal dengan Ernawati itu karena dia pernah pinjam uang sama saya. Tapi sudah selesai sama saya. Tapi banyak masalahnya itu orang. Penipu. Licik sekali,” ungkap Suardi.

Suardi membenarkan Ernawati membuka perusahaan kartu kredit yang dimitrakan dengan sebuah bank. Tetapi, belakangan berhenti. “Kalau tidak salah itu sekitar tahun 2016 atau 2017. Sudah lama soalnya. Ini juga orang (Ernawati) sudah lari-lari,” bebernya.

Dia menyebut, Ernawati Yohanis penipu berkelas. “Jadi kalau ada orang punya rumah, orang butuh uang, dia balik nama sertifikatnya orang. Setelah itu kabur-mi. Karena pernah ada juga di Sudiang rumah-na pernah dia kasi lihat-ka. Katanya punyanya. Penipu kelas internasional. Banyak sekali korbannya itu di Makassar,” imbuhnya.

Kesaksian RT

Ketua RT 008/RW 004 Perumahan Lily, Agustinus mengaku aksi Ernawati Yohanis membalik nama kepemilikan rumah tersebut benar adanya.

“Kejadiannya sudah cukup lama. Sekitar lima tahun yang lalu kalau tidak salah. Dan rumah itu punyanya Aji (Haji). Saya lupa nama lengkapnya. Tetapi dia di Papua,” katanya.

Ernawati, ungkap Agustinus, hanya mengontrak. Dia membuka usaha kredit. “Kayak kasi pinjam uang begitu. Dan ada banyak karyawannya. Di sana selalu ramai dulunya. Banyak warga komplain karena banyak yang parkir motor. Hanya itu yang saya tahu, karena itu orang tidak melapor juga di sini. Tetapi belakangan dia balik nama sertifikat rumahnya Aji,” ungkap Agus, sapaan Agustinus.

Sebagai makelar tanah, Ernawati Yohanis melancarkan aksinya dengan mengklaim kepemilikan atas tanah di Masjid Al-Markaz Makassar. Dia menyebut, lahan itu milik nenek buyutnya Bruno Thoeng Boen Siang.

Dia menghadirkan Eingendom 1182 atas nama pemilik Thoeng Thiong Soang, lalu mengajukan gugatan, pada 2019. Dia menggugat Badan Pertanahan Nasional (BPN), Pemprov Sulsel, dan Dinas Pendidikan.

Bahkan atas dasar itu pula, dia mengirim surat ke Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), DPRD Sulawesi Selatan, Wakil Presiden Jusuf Kalla, Kantor Staf Kepresidenan, dan Rektor Unhas untuk membuktikan dirinya sebagai pemilik.

Setelah gagal, Ernawati Yohanis kembali menyasar eks Kebun Binatang Makassar di Jalan Urip Sumoharjo, Kelurahan Karuwisi, Kecamatan Panakkukang. Dia memanfaatkan Ahimsa Said selaku pemilik lahan yang mempunyai SHM bernomor 2412.

Pelaku Lain

Ahimsa Said warga Kota Makassar yang juga bersengketa dengan saudara sendiri. Dia digugat oleh saudaranya atas penguasaan lahan peninggalan almarhum ayahnya, Muh Said.

Luasnya 19 hektare. Berlokasi di Jalan Galangan Kapal, Kelurahan Kaluku Bodoa, Kecamatan Tallo. Tepatnya di depan Kantor Galangan Kapal atau PT IKI.

Bahkan Ahimsa Said dilaporkan oleh saudaranya sendiri atas dugaan pemalsuan tanda tangan dan Kop Kelurahan Kaluku Bodoa di Polsek Tallo, Juni 2021. Kasusnya, sudah tahap penyidikan.

Selain di Polsek, Ahimsa Said juga dilaporkan di Ditreskrimum Polda Sulsel. Laporan itu dibenarkan Kasubdit II Ditreskrimum Polda Sulsel AKBP Ahmad Mariadi.

Kedua makelar tanah inilah membangun kesepakatan untuk mengambil tanah eks kebun binatang. Ernawati Yohanis yang membuat SHM bodong atas nama Muhammad Said ayah Ahimsa Said. Kemudian, Ahimsa Said memberikan kuasa kepada Ernawati Yohanis untuk menjual lahan itu.

Kebohongan mereka terbongkar setelah Ernawati Yohanis dkk menggugat PT Phinisi Multi Properti selaku pemegang sertifikat Hak Guna Bangunan (HGB) Nomor 20026, 20027, dan 20017, ke Mabes Polri. Penyidik menghentikan penyelidikan karena SHM tersebut palsu.

Rencana awal yang gagal ini membuat Ernawati Yohanis dkk melancarkan rencana selanjutnya. Rencananya adalah mencuri simpati masyarakat agar dapat dukungan.

Sandiwara

Ernawati Yohanis melakukan wawancara yang tayang di YouTube. Dia memperlihatkan seluruh dokumen palsu yang dimiliki untuk menyudutkan pihak penyidik kepolisian.

Sebagai perempuan yang dikenal sangat mahir memengaruhi seseorang, Ernawati Yohanis menyebut dokumen tersebut produk BPN. Namun, penyidik menghentikan penyelidikan dengan alasan tidak terdaftar di BPN.

Dari sesi wawancara itu, Ernawati Yohanis berhasil memengaruhi netizen dengan semua kisahnya yang sedang mencari keadilan. Kolom komentar ramai dengan memberikan dukungan kepadanya.

BPN Melapor

Kepala BPN Makassar Yan Septedyas mengaku tak ingin terperangkap dengan upaya yang dilakukan terlapor.

“Kami tidak akan terjebak. Kami membuat pertahanan, supaya kami tidak kecolongan. Kami tidak mau menggiring wacana. Ini faktanya kita sudah melaporkan ke Polda Sulsel,” kata Dyas, sapaannya.

Untuk itu, mafia tanah harus diberantas. “Siapa saja yang terlibat pasti tidak dikasi ampun. Termasuk jika ada oknum pegawai BPN yang terlibat. Semuanya harus diberantas. Ini tidak boleh dibiarkan,” tegasnya.

Membela Diri

Pengacara Ahimsa Said dan Ernawati Yohanis, Andi Azis Maskur mengatakan, laporan kepala BPN terhadap kedua kliennya tidak berdasar hukum. Sebab, Ernawati maupun Ahimsa sudah bersurat ke BPN untuk pengecekan terhadap dengan SHGB yang ada di atasnya.

Pengajuan itu ditindaki BPN dengan memberikan catatan untuk melengkapi berkas. “Jadi itu dilengkapi sesuai dengan permintaan administrasi, kemudian dimasukkan lagi. Namun sampai hari ini BPN tidak membalas,” kata Azis Maskur kepada FAJAR, Minggu, 20 Februari.

Makanya, menurut Maskur, laporan pidana yang dilakukan kepala BPN, merupakan suatu tindakan yang tidak benar. Alasannya, selaku pejabat, dia memiliki kewenangan.

“Kan, ada seksi sengketa. Harus gelar perkara untuk memastikan sertifikat itu benar adanya atau sebaliknya. Sertifikat ini diduga palsu. Itu yang seharusnya dilakukan. Bukan melapor ke polisi,” ungkapnya.

Ernawati dan Ahimsa, sambungnya, tidak yakin atas keaslian sertifikat yang dimiliki, makanya dilakukan pengecekan sebelum dijual.

“Jadi saya punya SHM. Makanya, saya minta ke BPN dibatalkan SHGB di tanah saya. Itu wewenang BPN menentukan yang mana tidak sah,” tuturnya.

Sebagai les spesialis, ungkap Azis Maskur, kepala BPN tidak seharusnya melapor ke polisi. Mengingat, BPN tidak mengalami kerugian sama sekali.

“Persoalan bukan produknya, keluarkan putusan. Tidak bisa dengan teorinya. Suruh balas surat Ahimsa. Coba buat surat itu SHM bukan produk BPN,” katanya lagi.

Azis Maskur mengaku tidak mengetahui bagaimana kedua kliennya bertemu. Bahkan, laporan Ernawati di Mabes Polri bahkan berkomentar di media diakuinya di luar dari kuasa.

“Terkait laporan Ernawati di Mabes Polri hingga bicara di media, itu kasuistis. Tidak ada kuasa tentang itu. Erna diberi kuasa hanya melakukan pengecekan di BPN. Jadi itu di luar dari Ahimsa,” tutupnya.

Pelaku Pakai
SHM Bodong

TANAH di Makassar belum sepenuhnya aman. Aksi mafia tanah sangat rapi. Terstruktur dan menggunakan sertifikat hak milik (SHM) bodong.

Eks Kebun Binatang di Jalan Urip Sumihardjo, Kelurahan Karuwisi, Kecamatan Panakkukang, salah satu objek tanah negara yang akan direbut terduga mafia tanah. Aktor utamanya bernama Ahimsa Said (50).

Ahimsa Said merupakan warga Kecamatan Ujung Tanah yang berperan sebagai pemilik tanah eks kebun binatang. Ia menghadirkan SHM yang sangat mirip dengan SHM asli bernomor 2412, atas nama ayahnya Muhammad Said yang diterbitkan pada tahun 1984.

“Itu (SHM di tangan Ahimsa, red) dikatakan palsu karena tidak terdaftar di kami (BPN Makassar). Kalau sertifikat itu asli, pasti punya warkah, ada registernya. Tetapi tidak ada sama sekali,” kata Kepala BPN Makassar, Yan Septedyas saat ditemui di kantornya, Selasa, 8 Februari.

Ahimsa kemudian mengajukan gugatan ke Bareskrim Mabes Polri, September 2021 atas tanah eks kebun binatang yang telah diduduki oleh PT Phinisi Multi Properti atas dasar sertifikat Hak Guna Bangunan (HGB) nomor 20026, 20027, dan 20017.

Agar prosesnya berjalan dengan baik, Ahimsa menggunakan jasa perempuan bernama Ernawati Yohanis (50). Dia memberikan kuasa kepadanya untuk mengurus proses jual beli tanah tersebut. Termasuk menggugat.

“Jadi Mabes Polri menghentikan penyelidikan karena dasar mereka tidak kuat. SHM itu memang palsu, tidak memiliki legal standing. Saya sebagai warga negara yang melihat kejahatan, tentu melaporkan hal itu atas dasar menggunakan keterangan dan dokumen palsu di Polda Sulsel,” ungkapnya lagi.

Dyas sapaan karib Yan Septedyas resmi melaporkan Ernawati Yohanis dkk, 25 September 2021. Dari hasil penyelidikan yang dilakukan penyidik Ditreskrimum Polda Sulsel, SHM yang dikuasai terlapor dinyatakan palsu.

Kasubdit II Ditreskrimum Polda Sulsel AKBP Ahmad Mariadi mengatakan, dari hasil penyelidikan yang dilakukan, alat bukti berupa keterangan sejumlah saksi dan dokumen palsu yang telah disita berdasarkan persetujuan dari Pengadilan Negeri Makassar, telah memenuhi unsur untuk dilanjutkan ke tahap penyidikan.

“Dalam waktu dekat, kita mengirim surat untuk menghadirkan ahli pidana. Ini untuk memastikan apakah terpenuhi pasal yang kita terapkan yakni pasal 263 dan atau 264 KUHP tentang pemalsuan dokumen,” katanya saat ditemui di ruang kerjanya, Senin, 7 Februari.

Selain itu lanjutnya, terlapor sudah melaporkan PT Phinisi ke Bareskrim. Namun penyidik menghentikan penyelidikan karena sertifikatnya tidak terdaftar di BPN.

“Yang bersangkutan menggunakan sertifikat seolah-olah asli. Pembuktiannya nanti ahli dari BPN yang jelaskan,” sambungnya.

Kasus pemalsuan dokumen tanah diakuinya cukup banyak. Sebab, nilai tanah yang cukup fantastis membuat sejumlah oknum memanfaatkan hal tersebut.

“Ada ratusan kasus tanah. Tapi paling banyak itu penyerobotan dan pemalsuan surat atau bukti otentik yang berkaitan dengan tanah,” ucapnya.

Dia mengaku, ada berbagai macam bukti otentik yang dipalsukan. Apakah berupa rincik, sporadik, letter C, hingga SHM yang dibuat sangat mirip dengan aslinya. “Itu sudah ada terbukti. Bahkan pelakunya yang sudah bebas, melakukan lagi,” ungkap lalu menggelengkan kepala.

Terpisah, Camat Panakukang Andi Pangerang Nur Akbar mengatakan, tanah eks Kebun Binatang tercatat milik PT Phinisi yang memiliki HGB. Dokumennya ada tiga. Selain itu, sudah tidak ada.

“Dia (Ahimsa dkk) belum pernah tanya di kecamatan. Dan memang tidak ada atas nama M Said,” kata Pangerang.

Andi Pangerang juga mengaku telah memberikan keterangan kepada penyidik Ditreskrimum Polda Sulsel. Termasuk memperlihatkan dokumen berupa nama kohir dan persil.

“Tapi ini rahasia saya tidak bisa perlihatkan ke kita (Anda). Yang jelas sudah kami serahkan ke penyidik,” ungkapnya.

Sementara itu Lurah Karuwisi, Muhammad Sarbini mengaku belum mengetahui hal itu. “Itu atas nama (M Said), tidak pernah saya lihat suratnya. Dan data juga sudah diserahkan ke kecamatan” katanya singkat.

Keterangan Palsu,
Gugatan Ditolak

Terduga pelaku diduga memberikan keterangan palsu. Termasuk keterangan status ayah Ahimsa Said yang pernah menjadi camat.

Ahimsa mengaku kepada Ernawati Yohanis bahwa atas nama M Said di dokumen merupakan ayahnya. Dia mantan camat. Dalam keterangan Ernawati yang tayang di YouTube, M Said pernah menjadi Camat Panakkukang.

Bahkan dalam keterangan lain, Ahimsa yang menghadirkan saksi dalam perkara sengketa tanah di Kecamatan Tallo, menyebut M Said mantan Camat Cambaya. Sementara di Makassar, Cambaya merupakan kelurahan di Ujung Tanah.

“Kalau hasil keterangan BAP, M Said itu ayahnya Ahimsa Said. Katanya mantan camat. Tapi tidak tahu camat apa,” kata Kasubdit II Ditreskrimum Polda Sulsel AKBP Ahmad Mariadi AKBP.

Dia mengaku bahwa, Ahimsa selama ini tidak kooperatif. “Jadi terlapor ini tidak pernah menghadiri panggilan. Kita sudah akan mengambil tindakan tegas tentunya,” ujarnya.

Camat Ujung Tanah Ibrahim mengatakan nama M Said tak pernah tercatat sebagai camat. “Tidak pernah ada (mantan camat namanya M Said),” katanya kepada FAJAR, Rabu, 9 Februari.

Demikian halnya dengan penamaan Kecamatan Ujung Tanah yang tak pernah berganti. “Tidak pernah berubah,” ungkapnya.

Sementara itu, Camat Panakukang Andi Pangerang Nur Akbar juga mangaku, nama M Said tak pernah tercatat sebagai Camat Panakukang. “Tidak ada nama itu,” katanya.

Gugatan Terlapor

Penyitaan barang bukti yang dilakukan oleh penyidik Ditreskrimum Polda Sulsel digugat. Ahimsa Said yang keberatan mengajukan praperadilan.

Sebagai pemohon, Ahimsa Said menggugat Ditreskrimum Polda Sulsel terkait penyitaan barang bukti berupa SHM. Dia merasa, penyitaan itu cacat yuridis dan batal secara hukum.

Pengacara Ahimsa Said dan Ernawati Yohanis, Andi Azis Maskur yang diwakili oleh Usman, mengaku pengajuan tersebut sebagai bentuk mencari keadilan. Sebab, penyitaan barang bukti dianggap cacat yuridis. Itu tidak sah.

Ahimsa Said mengajukan pra peradilan pada, Selasa, 25 Januari 2021, dengan nomor perkara 3/Pid.Pra/2022/PN Mks. Hingga jadwal sidang ditetapkan dimulai, 7 Februari.

Dari hasil sidang yang berlangsung sepekan itu, hakim memutuskan, menolak permohonan Praperadilan pemohon, Kamis 21, Februari. Terkait langkah yang akan diambil Ahimsa Said, pengacaranya memilih untuk tidak menanggapi hal tersebut.

Kasubdit II Ditreskrimum Polda Sulsel AKBP Ahmad Mariadi mengatakan, sidang praperadilan yang dimohonkan terlapor tidak masalah. Itu hak. Hasilnya pun, permohonan terlapor ditolak. “Jadi proses penyidikannya masih berlanjut,” kata kepada FAJAR, 4 Maret.

Hanya saja, penyidik belum menetapkan Ernawati Yohanis dan Ahimsa Said sebagai tersangka. Kata Ahmad Mariadi, pihaknya masih mengumpulkan keterangan saksi lain. Salah satunya, saksi ahli. (tim)

News Feed