English English Indonesian Indonesian
oleh

Pelayaran Makassar Setelah Perjanjian Bungaya


Penelitian disertasi Muridan Widjojo (2013), berdasarkan sumber-sumber kolonial dari abad ke-17 dan 18, menemukan bahwa perahu-perahu dan pelaut Makassar masih sering mengunjungi Maluku setelah perjanjian Bungaya. Di antara daerah yang paling sering dikunjungi adalah Seram Laut (Seram Timur). Daerah itu tidak asing lagi bagi pelaut Makassar. Setelah pembantaian penduduk Banda oleh pasukan J.P. Coen tahun 1621, penguasa Makassar mengirimkan 22 junk untuk membawa seribu orang Banda dari Seram Laut ke Makassar.


Seram Laut merupakan satu pusat jaringan maritim dalam perdagangan dengan Banda, Papua, Sulawesi, Nusa Tenggara, Jawa, dan Filipina. Orang Makassar datang untuk berdagang dan menetap di sana. Mereka punya hubungan baik dengan pedagang Seram Timur yang menguasai jaringan perdagangan tradisional (sosolot) di Kepulauan Raja Ampat dan pesisir barat daratan utama Papua, Onin, dan Kobiai. Jaringan ini memberi keistimewaan bagi pedagang Seram Timur untuk membeli budak, kayu massoi, dan mutiara yang disediakan oleh orang-orang Papua. Jaringan ini membentang sampai Kepulauan Aru (Widjojo, 2013).


Orang Makassar bergabung dalam jaringan sosolot di Seram Laut dan Gorom. Mereka berperan sebagai agen-agen perdagangan yang menukar tekstil dan barang-barang yang terbuat dari besi dengan produk-produk yang tersedia di Seram Laut. Orang Seram Timur kadang menggunakan perahu-perahu Makassar dan Bugis untuk mengumpulkan kayu massoi dan barang-barang lain dari Papua.
Keterlibatan orang Makassar dalam jaringan sosolot didukung keberadaan orang Banda di Makassar. Menurut Andaya (2015), orang Banda membawa berbagai informasi, keahlian, dan koneksi dagang yang amat penting bagi Makassar. Potensi itu dimanfaatkan oleh orang Makassar untuk masuk dalam jaringan sosolot di Seram Laut. Itulah sebabnya Maluku termasuk salah satu wilayah penting yang diatur dalam hukum pelayaran dan perniagaan Ammana Gappa, 1 April 1676.

News Feed